SBY dan Hinca Panjaitan Digugat ke Pengadilan Atas Dugaan Pelanggaraan Undang-Undang
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tiga kadernya, Yan Rizal Usman bersama Edi Rizal dan Rahmadi Kasim, menggugat SBY dan Hinca Panjaitan karena dianggap melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.
SBY dan Hinca Panjaitan digugat karena adanya perubahan AD/ART yang tidak sesuai dengan hasil keputusan kongres Partai Demokrat ke-4 di Surabaya.
Melalui perwakilan penggugat, Sahat Saragih mengatakan ada tiga hal mandasar yang menjadi tuntutan.
Pertama, mengenai keberadaan Badan Pembinaan Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOKK).
Menurut Sahat Saragih, keberadaan BPOKK tidak ada dalam hasil Kongres Surabaya.
"Itu tidak ada dibicarakan dalam kongres, tapi AD/ART yang didaftarkan di Kumham itu muncul, di situlah letak kesalahan ini," kata Sahat Saragih di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/3/2017).
Kedua, mengenai Divisi Keamanan Internal. Sahat mengatakan tidak ada kader Partai Demokrat yang mengenal divisi tersebut.
Dalam kongres tidak ada pembicaraaan yang menghasilkan keputusan Divisi Keamanan Internal.
"Tetapi ketika ini didaftarkan ke Kumham (Kementerian Hukum dan HAM) muncul barangnya. Karena itu tentunya ini pelanggaran undang-undang tadi," ungkap Sahat.
Ketiga, posisi Direktur Eksekutif yang berada di bawah sekretaris jenderal.
Seharusnya, Direktur Eksekutif tersebut berada di bawah posisi ketua umum atau ketua harian.
Para penggugat menegaskan pihaknya ingin agar Partai Demokrat cepat berbenah.
Kata Sahat, penggugat memilih jalur pengadilan karena persoalan tersebut hanya bisa diselesaikan melalui pengadilan.
Sebelumnya telah terjadi islah.
Namun, kesalahan tersebut ternyata tidak diperbaiki dan tetap didaftarkan di Kementerian Hukum dan HAM sehingga menyebabkan kerugian para penggungat.
"Hanya murni bagaimana Partai Demokrat tidak melanggar undang-undang," kata Sahat.