Hakim MK Ditangkap KPK
Jusuf Kalla Soal Penangkapan Patrialis Akbar: Tidak Berarti Kalau dari Partai Itu Pasti Salah
"Saya minta maaf karena ada hakim MK lakukan kesalahan lagi, meskipun itu personal. Saya kira lembaga ini tercoreng lagi," ujar Arief Hidayat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat langsung meminta maaf kepada rakyat Indonesia pasca ditangkapnya salah satu hakim konstitusi Patrialis Akbar (PA) pada Rabu (25/1) malam disalah satu hotel di daerah Tamansari, Jakarta Barat.
Menurut informasi di lingkungan KPK, PA ditangkap karena dugaan menerima suap terkait uji materi UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Saya minta maaf karena ada hakim MK lakukan kesalahan lagi, meskipun itu personal. Saya kira lembaga ini tercoreng lagi," ujar Arief Hidayat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55/2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, Patrialis mendapatkan gaji Rp 72,8 juta.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penangkapan KPK terhadap Hakim MK yang sudah dilakukan kedua kalinya bukanlah sebuah kepentingan politik meskipun keduanya merupakan mantan pengurus partai politik.
Baca: Kalau Patrialis Akbar Diberhentikan dengan Tidak Hormat, Jokowi Harus Segera Cari Figur Pengganti
Kedua orang yang dimaksud adalah Mantan Ketua MK, Akil Muchtar yang berasal dari Partai Golkar, serta Hakim MK, Patrialis Akbar yang pernah menjabat sebagai anggota DPR dari Fraksi PAN.
"Saya rasa ini tidak ada hubungannya. Kalau dilihat di KPK itu kan ada profesional, ada pejabat, ada pengusaha. Tidak berarti kalau dari partai itu pasti salah," kata dia.
Semua perbuatan yang dinilai telah melanggar hukum, kata Wapres, merupakan tanggung jawab pribadi. "Itu semua kan tergantung orangnya," lanjutnya.
Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan menghormati proses hukum di KPK terkait Patrialis Akbar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
"Kita menghormati proses hukum KPK. Kita pantau, kita lihat prosesnya, harus fair," kata Politikus PAN Daeng Muhammad.
Daeng mengatakan pihaknya akan memantau proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Ia mengaku belum dapat berpendapat banyak karena harus berkoordinasi dengan DPP PAN.
Tapi anggota Komisi III DPR itu menegaskan Patrialis sudah melepaskan keanggotaan PAN saat menjabat Hakim MK. "Kalau dia sudah di MK, tidak ada status keanggotan PAN," kata Daeng.
Dari penelusuran tribun, Patrialis Akbar, memiliki enam rumah di kawasan Kompleks Cakra Wijaya, Cipinang Muara, Jakarta Timur.
Rumah yang menjadi hunian Patrialis di Jl. Cakra Wijaya V Blok P No.3. Rumah tersebut digeledah oleh anggota KPK sesaat setelah terjadinya OTT di Hotel Gili Residence, Taman Sari, Jakbar.
Sementara rumah kedua merupakan rumah yang tepat berada di depan rumah pertama.
Rumah ini berukuran lebih kecil dibandingkan rumah di depannya.Sementara rumah ketiga dan keempat, berada di Jalan Cakra Wijaya 1, Blok H3. Rumah tersebut berada tepat berderetan.
Menurut kesaksian warga, rumah ketiga yang berukuran lebih kecil sering dipakai oleh warga keturunan Sumatera Barat untuk menggelar pengajian rutin setiap hari Rabu dan Kamis.
"Pak Patrialis sering mengadakan pengajian rutin di rumah ini," ujar seorang yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pada tembok rumah tersebut terdapat banner bertuliskan "Rumah Tahfidz MT Hidayah Sakinah". Sementara rumah keempat, menurut warga merupakan rumah yang diberikan kepada anak Patrialis.
Berdasarkan informasi dari website KPK, Patrialis Akbar yang juga mantan anggota DPR ini sudah lebih dari dua kali menyetorkan laporan harta kekayaan dan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK.
Berdasarkan data LHKPN Patrialis yang diakses di lama acch.kpk.go.id, diketahui Patrialis melaporkan kekayaan pada 1 Mei 2001 saat menjadi anggota Komisi III DPR.
Kala itu jumlah kekayaan yang dilaporkan mencapai Rp 1,243 miliar dan USD 3000.
Jumlah hartanya terus meningkat saat melaporkan LHKPN pada 22 Oktober 2009. Saat menjabat sebagai Menkumham, jumlah hartanya senilai Rp 5,98 miliar dan USD 3 ribu.
Sementara saat menjabat sebagai hakim MK, Patrialis melaporkan kekayaan pada 20 Februari 2012 dan 6 November 2013. Saat 2012, harta yang dilaporkan Patrialis Rp 10,48? miliar dan USD 5000. Lalu pada 2013 hartanya naik menjadi Rp 14,93 miliar dan USD 5000.
Harta tersebut terdiri dari tanah dan bangunan Rp 13,7 miliar di Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Bekasi dan Padang.
Informasi yang dihimpun di lapangan, Patrialis Akbar (PA) diamankan bersama dengan 10 orang lainnya. Bahkan tiga orang perempuan dikabarkan ikut pula diamankan. (tribunnews/theresia/eri komar sinaga/fahdi fahlevi)