Senin, 6 Oktober 2025

Pesawat Jatuh

Tanda Jempol Jadi Pesan Terakhir AKP Munir kepada Sang Istri Sebelum Pesawatnya Jatuh

Setelah hampir satu setengah jam dari keberangkatan Munir, Sessi coba menanyakan kabar lewat pesan seluler.

Penulis: Valdy Arief
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Valdy Arief
Kakak AKP Abdul Munir, Retno di rumah adiknya, Villa Dago, Pamulang, Tangerang Selatan, Minggu (4/12/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kediaman Ajun Komisaris Polisi (AKP) Abdul Munir Miharja, awak pesawat M28 Skytruk milik Kepolisian Republik Indonesia yang hilang dalam penerbangan dari Pangkalpinang, Bangka Belitung menuju Batam, Kepulauan Riau, sudah berdiri satu tenda besar lengkap dengan kursi di bagian depannya.

Seluruh keluarga besar juga sudah berkumpul di rumah dalam Kompleks Perumahan Villa Dago, Pamulang, Tangerang Selatan.

Istri AKP Munir, Sessi Aryanti, tampak duduk di ruang tamu rumahnya. Pandangannya hanya menghadap televisi yang menayangkan berita proses evakuasi pesawat tumpangan ayah dari dua anaknya.

Sesekali dia tampak menutup mulutnya dan menunduk karena melihat tayangan di televisi.

Sessi menceritakan, terakhir kali dia bertemu Munir ketika hendak berangkat ke Pangkalan Terbang Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Sabtu (3/12/2016) pagi.

"Dia berangkat sehabis salat Subuh. Pukul 06.00, pesawatnya berangkat," kata Sessi di rumahnya, Minggu (4/12/2016).

Setelah hampir satu setengah jam dari keberangkatan Munir, Sessi coba menanyakan kabar lewat pesan seluler.

"Jam 07.30, saya tanya sudah sampai mana, masih pending. Baru ada balasan 08.30, dia bilang masih transit di Babel (Bangka Belitung)," katanya.

Ibu dua anak itu kembali bertanya perihal keadaan pesawat.

"Hanya dibalas dengan tanda jempol, itu pesan terakhirnya," kata dia.

Kegelisahan mulai mencuat dalam benak Sessi, setelah ada informasi dari grup obrolan selular bahwa pesawat yang ditumpangi Munir hilang kontak dengan radar.

Sontak, dia coba langsung menelepon dan mengirimkan pesan. Namun, tidak ada respon.

"Saya sudah mulai lemas saat itu. Tidak tahu harus cari kabar ke mana," tutur Sessi.

Rasa gundahnya mulai agak mereda ketika keluarga besarnya satu persatu datang.

Teman satu institusi Munir di Kepolisian juga datang untuk menenangkan dan memberi kabar perihal upaya pencarian.

Tim Disaster Victim Investigation (DVI) Polri pun telah datang ke rumah Munir. Sampel air liur dari anak dan ayah perwira pertama polisi itu telah diambil.

"Sikat gigi yang terakhir dia pakai juga sudah diambil," ujar Sessi.

Kini ibu dua anak itu hanya bisa mengharapkan ada keajaiban agar suaminya dapat kembali bersama mereka.

"Saya masih butuh beliau, anak-anak kami masih kecil," katanya dengan terisak.

Jadi Pilot karena Pacar Kakak
Abdul Munir Miharja tidak pernah punya keinginan untuk menjadi anggota Kepolisian. Dia masuk dalam Korps Bhayangkara demi mengejar cita-cita untuk menjadi pilot.

Keinginan Munir mengendalikan pesawat untuk bermanuver di udara bermula saat melihat sebuah pameran udara tahun 1995.

Dalam peragaan kelihaian pilot itu, salah satu pesawat dikendalikan pacar Retno, kakak perempuan tertua Munir.

"Sepulang dari acara itu dia kelihatan seperti orang yang banyak pikiran. Waktu ditanya, dijawab 'saya mau jadi pilot kak'," kata Retno.

Pacar yang kemudian menjadi suami Retno pun menjelaskan bagaimana agar bisa menjadi pengemudi pesawat profesional.
"Dibilang caranya tidak mudah, tapi dia bersikeras tetap ingin jadi pilot," kata kakak tertua Munir.

Tujuan hidup Munir sempat terkendala pada awalnya. Lulus dari SMA tahun 1996, baru tahun 1999 dia bisa masuk ke Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug.

Prosesnya pun tidak mudah, ada 800 orang kala itu yang bersaing untuk menjadi 18 calon pilot.

Ketika mengenyam sekolah agar lihai terbang, Retno pernah diceritakan beberapa pengalaman Munir saat terbang. Ada satu yang tidak terlupa dari benak perempuan berhijab ini.

"Pernah dia cerita hadapi awan CB. Katanya ngeri sekali, salah-salah nabrak bukit. Alhamdulillah waktu itu selamat," kenangnya.

Setelah bertahun-tahun bergelut di sekolah penerbangan, baru pada 2005 Munir lulus. Namun, keinginan bekerja sebagai penerbang, tidak langsung tercapai.

Beberapa perusahaan penerbangan coba dia lamar. Sampai ada satu kesempatan yang mengubah jalan hidupnya.

"Waktu itu ada pendaftaran untuk jadi penerbang polisi, dia daftar. Alhamdulillah diterima," katanya.

Menjadi penerbang di Kepolisian, Munir mendapat kesempatan untuk belajar di Akademi Kepolisian. Lulus dari lembaga tersebut, dia langsung menjadi perwira polisi.

"Sering dia bercanda. Maunya jadi pilot malah jadi polisi," kata dia.

Mengabdi pada negara sebagai polisi, sering membuat Munir terpisah dengan keluarga dalam waktu lama.

Terlebih jika ada tugas tertentu, Retno menyebut tidak jarang adiknya harus tugas selama satu bulan tanpa pulang ke rumah.

Rasa iri dari teman-teman satu sekolah penerbangan yang telah melalang buana ke penjuru dunia pun hanya dia curahkan pada sang kakak.

"Sering dia cerita, mau seperti teman-temannya yang sudah bawa Boeing 737 keliling dunia," kata Retno.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved