Kala Megawati Soekarnoputri Nyesal Bertanya ke Pilot
Megawati jadi teringat saat dirinya masih mahasiswa dan aktif di organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) .
“Saya akhirnya meminta satu orang untuk menjadi penterjemah. Tapi orang itupun ngaku tak sepenuhnya mengerti Bahasa Indonesia,” ucap Megawati.
Saking banyaknya yang hadir, tuan rumah kerepotan karena harus menyediakan makanan kepada tamu yang datang dari berbagai wilayah itu.
“Saya sampe diminta untuk segera pulang. Saya tanya kok saya mau diusir segera pulang. Eh, gak taunya dia ngaku kerepotan ngurusin makanan mereka,” papar Megawati sambil tersenyum.
Megawati meminta tim monitoring selama di daerah untuk santun dan tidak sok tahu.
“Kalian harus santun, jangan sok tau. Rakyat ngomong apa dengarkan dan beri masukan ke mereka. Karena kalian akan ketemu bermacam tipe manusia,” imbau Megawati.
Dikaitkan dengan situasi politik saat ini, Megawati menduga mungkin orang akan berpikir dirinya berubah.
“Waktu saya seumuran kalian saya preman lo. Mana mungkin PDIP bisa begini kalo saya lemes-lemes. Gini-gini saya pernah dihadang dan mau dikurung para preman pas ada konferda. Saya tanya lalian berani bunuh saya ya. Kok waktu itu saya ngomong kok gak kayak mikir ya,” ucapnya.
Merasa sudah hampir dua jam memberikan pengarahan dan berbagai pengalamannya memimpin PDI Perjuangan, Megawati pun mengakhiri pengarahannya.
“Saya ini ketua umum lo. Iki kok disuruh pidato terus sama sekjen. Kalau pengacara itu bicara setengah jam, satu jam ada bayarannya lo he he. Tapi saya memang senang (pidato) karena bisa ketemu banyak orang, ketemu rakyat,” pungkas Megawati.
Sementara itu, Hasto menerangkan peran tim monitoring pilkada serentak sangat penting. Selain itu, akan membuka wawasan kebangsaan tentang Indonesia yang beraneka ragam.
“Indonesia itu terbentang luas dari Sabang sampai Merauke dan diantaranya bertebaran puluhan ribu pulau. Jadi jangan melihat Indonesia hanya dari Jakarta saja. Karena itulah tim monitoting bertugas untuk melihat Indonesia dengan sebenar-benarnya. Indonesia yang begitu beraneka,” terang Hasto.