Pilkada Serentak
MA Diminta Batakan PKPU Terpidana Percobaan Ikut Pilkada
ICW, Perludem, dan KoDe Inisiatif mengajukan permohonan uji materi pasal 4 ayat (1) huruf f PKPU Nomor 9 Tahun 2016 ke Mahkamah Agung.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ICW, Perludem, dan KoDe Inisiatif mengajukan permohonan uji materi pasal 4 ayat (1) huruf f PKPU Nomor 9 Tahun 2016 ke Mahkamah Agung.
Adapun termohon dalam uji materi ini adalah KPU selaku pembuat Peraturan KPU.
Permohonan ini diajukan demi adanya kepastian hukum pencalonan dan penetapan calon kepala daerah.
Anggota Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, menjelaskan munculnya Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencalonan Kepala Daerah menimbulkan polemik dan ketidakpastian hukum.
Dalam pasal 4 ayat (1) huruf f Peraturan KPU tersebut disebutkan bahwa terpidana yang tidak menjalani pidana dalam penjara atau terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan dapat menjadi calon kepala daerah.
Jelas, peraturan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada secara jelas menyebutkan syarat calon kepala daerah tidak sedang berstatus terpidana.
Orang yang menjalani hukuman percobaan, status hukumnya jelas seorang terpidana.
Sehingga patut dimaknai tidak memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah sebagaimana telah ditetapkan UU Pilkada.
Lahirnya pasal yang mengakomodir orang bermasalah menjadi calon kepala daerah tersebut pun terkesan ganjil.
Sebelumnya, dalam Pilkada Serentak 2015, orang yang berstatus terpidana tidak bisa menjadi kepala daerah.
UU Pilkada dan Peraturan KPU tentang pencalonan kepala daerah melarang hal tersebut.
Peraturan tersebut pun sebelumnya tidak pernah dipersoalkan.
Tanpa argumentasi yang jelas, DPR dan pemerintah tiba-tiba mendesak KPU untuk memberikan ruang kepada orang berstatus terpidana percobaan agar dinyatakan memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah.
Desakan tersebut disampaikan dalam forum Rapat Dengar Pendapat konsultasi Peraturan KPU yang keputusannya bersifat mengikat.
"Pengaturan yang dipaksakan ini telah menyebabkan pertentangan norma yang sangat fatal di dalam Peraturan KPU Tentang Pencalonan Pilkada," ujarnya kepada Tribunnews.com, Senin (26/9/2016).
Menurutnya, uji materi ini dilakukan dalam rangka mendorong tersedianya calon kepala daerah yang tidak sedang bermasalah dengan hukum.
Sebagaimana hakikatnya, Pilkada langsung merupakan momentum besar bagi rakyat untuk menentukan pemimpin daerahnya.
Sehingga, diperlukan regulasi yang sangat baik, khususnya regulasi terkait pencalonan kepala daerah.
Regulasi tersebut sangat penting karena merupakan penyaring orang-orang yang dapat menjadi kepala daerah.
Karena itu, prasyarat untuk seorang warga bisa menjadi calon kepala daerah haruslah mengatur hal-hal yang bersifat netral.
Kemudian patuh kepada norma hukum, norma etika, dan prinsip-prinsip yang menginginkan sebuah Pilkada menjadi berintegritas.
Untuk itu, melalui uji materi tersebut pihaknya memohon Mahkamah Agung untuk menyatakan pasal 4 ayat (1) huruf f PKPU Nomor 9 tahun 2016 bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada.
Untuk itu, KPU diharapkan mencabut pasal 4 ayat (1) huruf f PKPU Nomor 9 tahun 2016.
Mengingat telah dekatnya proses penetapan calon kepala daerah, ia bersama rekannya juga meminta Mahkamah Agung segera memproses dan memutus permohonan uji materi tersebut.