KPK Didesak Usut Dugaan Suap Proyek Reklamasi Teluk Jakarta
Aspirasi masyarakat yang menolak reklamasi ini kata Andre seharusnya jadi pertimbangan pemerintah dan penegak hukum
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak mengungkap kasus suap reklamasi teluk Jakarta.
"Apakah karena ada utang budi lalu semuanya bisa ditabrak, KPK harus mengungkapnya. Jangan hanya yang ecek-ecek dikejar sementara yang ratusan triliunan dibiarkan,"ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Andre Rosiade dalam pernyataannya, Senin(19/9/2016).
Aspirasi masyarakat yang menolak reklamasi ini kata Andre seharusnya jadi pertimbangan pemerintah dan penegak hukum.
Menko Luhut jika memang sudah berseberangan dengan visi dan misi Presiden sebaiknya diberhentikan.
"Masalah yang harus diselesaikan masih banyak, pertumbuhan ekonomi melambat, APBN bolong-bolong, hancur-hancuranan, jangan ditambahi masalah baru dengan meneruskan reklamasi. Saatnya Presiden bertindak tegas, copot Luhut," kata Andre.
Terkait Luhut, Andre mengingatkan agar mematuhi Presiden Joko Widodo terkait megaproyek reklamasi di Teluk Jakarta.
"Keputusan luhut meneruskan reklamasi ini sangat berbeda dengan keputusan Presiden, bahwa reklamasi menunggu kajian Bappenas. Ini jadi pertanyaan besar, kenapa Pak Luhut lebih patuh ke Ahok daripada ke Presiden?," tegas Andre.
Menko Luhut seharusnya juga memperhatikan dari sisi hukum persoalan reklamasi.
Dimana Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) melalui Putusan Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT tanggal 31 Mei 2016 telah memerintahkan penundaan pelaksanaan reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta.
Sebagai pejabat negara sekelas Menteri Koordinator, seharusnya Luhut memberikan contoh kepada rakyat Indonesia.
Bahwa pemerintah juga mematuhi dan menghormati proses penegakan hukum yang ada.
Bukan malah memberikan contoh tidak baik dengan 'membangkang' terhadap prinsip-prinsip negara hukum itu sendiri.
Pernyataan Luhut bahwa dirinya akan meneruskan megaproyek reklamasi, kata Andre tidak selaras dengan pernyataan dan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Khususnya mengenai dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) dan desain ulang yang hingga kini belum dipenuhi pengembang.
"Sampaikan semua secara utuh ke publik, jangan ditutup-tutupi. Ada kepentingan apa dibalik proyek reklamasi ini? Kalau mau jujur, proyek ini juga bertentangan dengan program Nawacita Jokowi, kenapa ngotot diteruskan?," kata dia.
Untuk diketahui Presiden Jokowi pada akhir April lalu menginstruksikan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk mengintegrasikan perencanaan terkait proyek Reklamasi Teluk Jakarta dan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara.
Presiden juga menegaskan tidak boleh ada pelanggaran dari aturan yang berlalu sehingga harus ada sinkronisasi di semua kementerian dan lembaga agar tidak ada persoalan hukum di kemudian hari.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro sendiri menyatakan kajian proyek Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara akan selesai pada Oktober 2016 mendatang.
"Reklamasi ini sebenarnya untuk siapa? Kita tidak bicara SARA, tetapi faktanya dilapangan kan memang seperti itu, kenapa juga Ahok membela mati-matian soal reklamasi. Kalian bisa lihat siapa pengusahanya disitu, lalu siapa yang akan menghuninya juga," ucapnya.