KPK Pelajari Dugaan Memo dari Grup Lippo ke Nurhadi untuk Urus Perkara
Dalam memo yang dibuat karyawan legal PT Artha Pratama Anugrah, Wresti Kristian Hesty, itu tercantum Nurhadi disebut 'promotor'.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya memo dari Grup Lippo yang ditujukan kepada Nurhadi Abdurrachman saat menjabat sekretaris Mahkamah Agung.
Dalam memo yang dibuat karyawan legal PT Artha Pratama Anugrah, Wresti Kristian Hesty, itu tercantum Nurhadi disebut 'promotor'.
"Ya, itu salah satu bukti-bukti dan petunjuk yang sedang dipelajari," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jakarta, Kamis (11/8/2016).
Keterangan tersebut terungkap saat persidangan terdakwa pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno.
Wresti mengaku menerima persanan atau order dari Chairman PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro untuk mengurus legal sejumlah perkara Grup Lippo dan Paramount.
Wresti mengaku mengetahui identitas Promotor adalah Nurhadi dari Doddy Aryanto Supeno, perantara suap dari Paramount.
Menurut Wresti, Nurhadi sendiri memiliki inisial selain Promotor yakni N dan Wu.
"Pak Doddy bilang Pak Wu adalah Pak Nurhadi. Itu yang saya dengar dari Pak Doddy," kata Wresti saat bersaksi dalam sidang perkara suap Doddy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Doddy membantah pernah memberitahukan kepada Hesty bahwa promotor itu adalah Nurhadi.
Isi memo itu, memohon bantuan kepada promotor agar isi Surat Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat No.W10.U1.Ht.065/1987 Eks 2013.XI.01.12831.TW/Estu tanggal 11 November 2013 tentang Permintaan Bantuan Eksekusi Lanjutan dapat direvisi pada bagian alinea terakhir kalimat 'belum dapat dieksekusi' menjadi 'tidak dapat dieksekusi'.
Wresti juga membuat pointer dan tabel sejumlah perkara Grup Lippo yang ia persiapkan sebagai laporan untuk Eddy.
Beberapa perkara dimaksud adalah perkara AcrossAsia Limited, Astro, Kymco, dan GMTD Makassar (PT Gowa Makassar Tourism Development) yang semuanya berkaitan dengan Grup Lippo.
Sekadar informasi, KPK sebelumnya menangkap Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution saat menerima Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno di Hotel Accacia, Jakarta Pusat, 20 April 2016.
Doddy adalah perantara suap dari PT Paramount.
Suap tersebut terkait pengajuan peninjauan kembali putusan pailit AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk yang terdaftar sebagai anak perusahaan Lippo Group.
Berkas pemohonan PK itu diketahui dikirim ke MA pada 11 April 2016.