Simposium Tragedi 65, Menkopolhukam: Tidak Pernah Terpikir untuk Minta Maaf
Tragedi 1965 yang menjadi bagian sejarah kelam bangsa Indonesia, masih menjadi perdebatan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tragedi 1965 yang menjadi bagian sejarah kelam bangsa Indonesia, masih menjadi perdebatan hingga kini, terutama bagi korban yang pernah merasakan langsung ditangkap dan dibawa ke Pulau Buru atau tempat lain, tanpa proses peradilan.
Berkaitan hal itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan, enggan meminta maaf.
"Tidak pernah ada terpikir kita untuk minta maaf, mungkin akan datang penyelesaian yang mendalam terhadap peristiwa-peristiwa yang lalu yang menjadi sejarah kelam dari bangsa ini," ujar Luhut ditemui di Hotel Arya Duta, setelah pembukaan Simposium Nasional Tragedi 65, Senin (18/4/2016).
Soal permintaan maaf terhadap korban yang tidak mendapat peradilan ia menyatakan masih mempelajari peristiwa tersebut.
"Tadi kan ada sebab akibat, meminta maaf pada siapa? Korban yang mana? Ya nanti kita lihat, kita pelajari semua," ujarnya.
Sementara itu perkataan salah satu pembicara, Letnan Jenderal (Purn) Sintong Pandjaitan, yang juga merupakan pemimpin peleton 1 di bawah kompi Tanjung yang beroperasi memberantas pendukung G30S pada 1965, di Jawa Tengah, memastikan jumlah korban belum dapat dipastikan hingga kini.
"Jumlah yang meninggal pada peristiwa G30S itu angkanya jauh daripada apa yang kita ketahui selama ini," ujar Sintong saat Simposium Nasional.