Jumat, 3 Oktober 2025

Jaksa Agung Dicecar dan Diminta Periksa Menteri ESDM

DPR mendesak Jaksa Agung untuk tidak melakukan langkah penegakan hukum yang bermuatan politis

Penulis: Johnson Simanjuntak
Ferdinand Waskita/Tribunnews.com
Jaksa Agung H.M Prasetyo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung  HM  Prasetyo dicecar dan dikritik tajam atas kinerjanya selama ini dalam proses penegakan hukum.

Komisi III DPR menilai jaksa agung memilik kepentingan politik dan tidak murni penegakan hukum, seperti dalam pengungkapan kasus pertemuan bos Freeport Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid.

DPR mendesak Jaksa Agung untuk tidak melakukan langkah penegakan hukum yang bermuatan politis dan kepentingan pribadi.

Hal tersebut terangkum dalam rapat dengar pendapat umum atau RDPU antara Komisi III DPR dengan Jaksa Agung HM Prasetyo, di Gedung DPR, Selasa (19/1/2016).

Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil (PKS)  menilai dalam memberikan paparan tentang tidak menjabarkan perkembangan perkara aktual secara mendalam kepada Komisi III.

“Kejagung harus  bekerja berdasarkan mekanisme dan prosedur yang ada, tidak terbawa urusan pribadi atau adanya kepentingan politik di dalamnya.”tegas Nasir Jamil.

Nasir Djamil menegaskan,  sejauh ini, tidak terdapat unsur pidana terkait pertemuan antara Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Ucapan Nasir ini mengutip pendapat pakar hukum, Andi Hamzah.

"Jadi, jangan yang enggak ada dicari-cari, sementara yang ada ditiadakan. Inilah yang jadi problem," ucap Nasir.

Sementara itu anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra, Supratman, meminta Jaksa Agung bertindak adil dalam mengusut unsur pemufakatan jahat ini.

Dia meminta , kejaksaan juga harus mengusut keterlibatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport.

Menteri ESDM sempat mengirim surat ke Presiden PT Freeport Mcmoran James R Moffett yang membicarakan soal perpanjangan kontrak.

Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, perpanjangan kontrak baru bisa dibicarakan tahun 2019, dua tahun sebelum kontrak berakhir.

"Bukti suratnya ada dalam rangka perpanjangan dan ini menyalahi UU Minerba, tetapi aparat penegak hukum, termasuk kejaksaan, tidak melakukan upaya apa-apa menyangkut itu," kata Supratman.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved