Selasa, 30 September 2025

Seleksi Calon Pimpinan KPK

Alexander Marwata Ikut Fit and Proper di DPR, Vonis Ketua PTUN Medan Ditunda

Atas penundaan tersebut, baik jaksa penuntut umum pada KPK dan kuasa hukum terdakwa Tripeni tak keberatan

Penulis: Wahyu Aji
Harian Warta Kota/henry lopulalan
SELEKSI PIMPINAN KPK - Salah seorang calon pimpinan KPK Alexander Marwata mengikuti Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) pada sesi wawancara di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (24/8). Pansel KPK menggelar seleksi wawancara tahap akhir terhadap 19 calon pimpinan KPK yang akan berlangsung selama tiga hari hingga Rabu (26/8). Warta Kota/henry lopulalan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang dengan agenda pembacaan putusan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/12/2015) ditunda.

Sidangan terdakwa penerima suap dari pengacara Otto Cornelis Kaligis untuk mengabulkan gugatan yang diajukan ke PTUN Medan itu ditunda lantaran hakim Alexander Marwata, salah satu anggota majelis hakim masih mengikuti fit and proper test capim KPK di Komisi III DPR RI.

Sidang akhirnya dibuka untuk ditunda hingga Kamis (17/12/2015) besok.

"Salah satu anggota majelis hakim masih mengikuti fit and proper test, Alexander Marwata. Musyawarah belum selesai, sehingga putusan akan kita tunda hari Kamis tanggal 17 Desember," kata hakim anggota Syaiful dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Atas penundaan tersebut, baik jaksa penuntut umum pada KPK dan kuasa hukum terdakwa Tripeni tak keberatan.

"Tidak keberatan," kata jaksa KPK.

Sebelumnya, jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Tripeni empat tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair lima bulan kurungan.

Tripeni diyakini menerima uang Dollar Singapura senilai 5 ribu dan USD 15 ribu melalui Otto Cornelis Kaligis dan Moh. Yagari Bhastara alias Gary.

"Kami Penuntut Umum menuntut meminta supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan amar putusan dengan menyatakan terdakwa Tripeni terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, oleh sebab itu terdakwa dihukum 4 tahun penjara, denda Rp 300 juta, subsidair 5 bulan kurungan penjara," kata Jaksa Penutut Umum KPK Mochammad Wirasakjaya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Kamis (19/11/2015) silam.

Jaksa menjelaskan, pemberian uang tersebut untuk mempengaruhi putusan atas gugatan yang diajukan OC Kaligis mengenai kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk memeriksa Ahmad Fuad Lubis, Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut terkait penyelidikan Suap tersebut untuk mempengaruhi putusan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejati Sumatera Utara soal penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), penahanan pencairan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumut.

"Padahal diketahui bahwa janji atau hadiah tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," katanya.

JPU juga menyatakan, Tripeni telah menyalahgunakan wewenang selaku ketua PTUN Medan dengan menerima suap dengan jumlah yang sama dengan menunjuk dirinya sendiri sebagai ketua majelis hakim dan mengabulkan gugatan OC Kaligis untuk membatalkan kewenangan pemanggilan Ahmad Fuad Lubis oleh Kejati Sumut.

"Padahal diketahui pemberian tersebut diberikan karena kekuasaan yang berhubungan dengan jabatan," kata JPU.

Jaksa menyebut pertemuan pertama Tripeni dengan OC Kaligis dilakukan pada pertengahan bulan April 2015 bersama dengan Gerry dan Yurinda di ruangan Tripeni setelah sebelumnya diantarkan oleh Syamsir Yusfan.

Dalam pertemuan tersebut OC Kaligis menyampaikan rencana pengajuan perkara permohonan ke PTUN Medan terkait penyalahgunaan kewenangan Kejati Sumut yang merupakan perkara baru dan belum pernah disidangkan melalui PTUN. Setelah pertemuan Tripeni menerima uang SGD 5000 dari OC Kaligis dalam amplop berwarna putih, adapun Syamsir Yusfan juga menerima USD 1000.

"Atas rencana tersebut Tripeni mengatakan 'silakan dimasukkan saja nanti akan kita periksa'," kata Jaksa Wicaksajaya.

Pertemuan selanjutnya dilakukan pada tanggal 5 Mei 2015 saat permohonan sudah didaftarkan di ruang kerja Tripeni, dalam pertemuan tersebut OC Kaligis memberi uang sejumlah USD 10.000 dalam amplop yang diselipkan dalam sebuah buku.

Saat memberikan buku, OC Kaligis meminta Tripeni untuk menjadi anggota majelis hakim yang ditindak lanjuti Tripeni dengan menunjuk diri sendiri sebagai Ketua Majelis Hakim dan menunjuk Dermawan Ginting dan Amir Fauzi sebagai anggota.

OC Kaligis kembali menemui Tripeni pada 2 Juli 2015 dan meminta agar permohonannya dimasukkan PTUN sesuai pasal 21 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan menyerahkan kembali menyerahkan amplop namun menolaknya.

Atas perbuatan tersebut, Tripeni dijerat pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, ditambah pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan