Minggu, 5 Oktober 2025

Revisi UU KPK

Peneliti Pertanyakan Sikap PDIP Ingin Bunuh KPK

Ikrar Nusa Bhakti, berpendapat selama ini harapan masyarakat terhadap DPR jauh berbeda dengan realita

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Gerakan Masyarakat Sipil Melawan Kriminalisasi dan Komite Persatuan Rakyat Tolak RPP Pengupahan berdemonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (15/10/2015). Massa pendemo mendesak Presiden Jokowi menghentikan kriminalisasi terhadap aktivis anti korupsi, batalkan revisi UU KPK, dan menolak RPP pengupahan yang mereka nilai akan merugikan pekerja. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, berpendapat selama ini harapan masyarakat terhadap DPR jauh berbeda dengan realita, terutama mengenai pemberantasan korupsi.

Seperti diketahui, DPR dan pemerintah mengusulkan revisi UU KPK dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2015. Meski dinyatakan ditunda, lantaran menuai reaksi pedas dari sejumlah elemen masyarakat, tetapi sejumlah pihak masih menilai penundaan itu sebagai ancaman bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

"DPR yang kita bayangkan menjadi institusi demokrasi yang aktif, tapi pikiran kita bisa salah. DPR bukan institusi tunggal, DPR itu terdiri atas fraksi-fraksi, partai-partai politik, individu, yang punya kepentingan politik juga," kata Ikrar dalam diskusi bertajuk "Setahun Jokowi dan Masa Depan KPK" di Puri Imperium, Jakarta, Kamis (29/10/2015).

Dalam kesempatan sama, Ikrar juga mempertanyakan sikap PDIP terhadap usulan revisi UU KPK. Sebab sebagai partai pemenang yang notabene didukung dan diharapkan masyarakat, justru PDIP-lah yang menjadi penggerak utama rencana revisi UU tersebut.

"Yang sangat mencemaskan kami, menjadi perhatikan, UU KPK lahir di era Megawati. Tapi sekarang PDIP sendiri yang ingin membunuh KPK," keluh Ikrar.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved