Senin, 6 Oktober 2025

Mereka yang Terpaksa Mengembara Pasca-Peristiwa Gerakan 30 September 1965

Ratusan warga Indonesia terpaksa hidup "mengembara" dari satu negara ke negara lain setelah paspor mereka dicabut.

Editor: Mohamad Yoenus
Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Warga memperhatikan Diorama Jendral Besar AH Nasution di Museum Jendral Besar A H Nasution Jalan Teuku Umar no 40, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/9/2015). Museum tersebut merupakan rumah tempat tinggal Jendral A.H Nasution dimasa itu dan menjadi saksi sejarah keganasan G30/S PKI. Warta Kota/angga bhagya nugraha 

TRIBUNNEWS.COM - Ratusan warga Indonesia terpaksa hidup "mengembara" dari satu negara ke negara lain setelah paspor mereka dicabut menyusul Peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Tidak ada angka yang jelas berapa jumlah warga Indonesia yang tidak bisa kembali.

Menurut sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI, Asvi Warman Adam, pada awal 1960-an, ribuan orang dikirim ke luar negeri oleh Presiden Soekarno.

Saat itu untuk melanjutkan pendidikan, sebagai utusan Indonesia dalam organisasi ataupun sebagai diplomat.

Asvi mengatakan, banyak di antara warga Indonesia ini yang "mengembara" dari satu negara ke negara lain setelah paspor mereka dicabut karena "dibayangi ketakutan bahwa mereka akan dipulangkan dan di Indonesia akan ditangkap."

Sejarawan Bonnie Triyana menyebut mereka sebagai "eksil-eksil yang dibui tanpa jeruji karena sama seperti korban di Indonesia, tak bisa melakukan sesuatu sebebas manusia lainnya."

"Berdasarkan riset saya yang terjadi pada 1965-1966 dan juga 1969, urusan ideologi tak lagi relevan, siapapun yang dianggap bahaya bagi kemunculan Orde Baru dihabisin, apakah dia nasionalis, komunis ataupun kalangan agama," kata Bonnie, Pemimpin Redaksi Majalah Historia.

Inilah pengalaman sejumlah di antara mereka yang berusia 70an dan 80an dan saat ini tinggal di Belanda;

Halaman
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved