Kerusuhan adalah Potret Kehidupan para Elite
permusuhan yang terjadi diantara rakyat dan aparatur negara ataupun antar lembaga hanya mencontoh apa yang dipertontonkan elite politik di negeri ini
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asep Warlan Yusuf mengatakan kerusuhan dan pertikaian yang terjadi di masyarakat maupun antar lembaga negara dan institusi, adalah cerminan dari sikap para elite yang terus bermusuhan.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat itu mengatakan permusuhan yang terjadi diantara rakyat dan aparatur negara ataupun antar lembaga hanya mencontoh apa yang dipertontonkan para elite politik di negeri ini.
“Bagaimana mengharapkan rakyat berdamai, TNI –Polri berdamai, KPK-Polri berdamai kalau para elitenya yang harusnya memberikan contoh, terus bermusuhan? Makanya jangan heran kalau peristiwa seperti Tolikara, peristiwa saling serang antara TNI-Polri dan peristiwa-peristiwa rusuh lainnya akan terus terjadi selama para elite masih bermusuhan seperti saat ini,” ujar Asep ketika dihubungi, Senin (20/7/2015).
Dia mencontohkan betapa masalah KMP dan KIH yang nampak belum selesai. Juga masalah antara satu kelompok mereka sendiri seperti yang diperlihatkan oleh koalisi partai pendukung Jokowi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat, yang saling bermusuhan dalam kabinet.
Juga masalah diantara sesama anggota satu partai pun terus bertikai seperti yang dicontohkan para elite PPP dan Partai Golkar.
“KMP dan KIH belum damai. Ini bisa dilihat dari belum adanya silahturahmi lebaran antara pimpinan KMP dan KIH. Bahkan di dalam internal KIH sendiri gontok-gontokan, diantara mereka masih saling berebut pengaruh seperti dalam isu reshuffle. Bahkan yang lebih ekstrim adalah yang diperlihatkan para elite Partai Golkar dan PPP, yang meski berada dalam satu naungan partai, masih bertikai?,” ujar Asep.
Para elite nampaknya hanya menggunakan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila hanya sekedar untuk slogan, tanpa bisa memaknai apa yang menjadi keyakinan mereka dalam beragama dan berpancasila.
Masyarakat pun melihat pernyataan-pernyataan mereka tidak memiliki makna karena mereka sendiri tidak mempraktekkan apa yang sering mereka ucapkan.
“Para elite tidak bisa memaknai Pancasila terutama sila ke 4 terkait makna kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Hikmah itu ada kearifan, kebaikan, kekeluargaan, persaudaraan dan lain-lain. Nilai kebijaksanaan pun semuanya sudah hilang dalam sikap para elite,” ujar Guru Besar Hukum Tata Negara ini lagi.