Denny Indrayana Tersangka
Bareskrim Geledah Kantor Kemenkumham Terkait 'Payment Gateway'
Penyidik Bareskrim Polri menggeledah kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Rabu (1/4/2015).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri menggeledah kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Rabu (1/4/2015).
Penggeledahan tersebut terkait kasus korupsi proyek pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway, dengan tersangka mantan Wamenkumham, Denny Indrayana.
Kabag Penum Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Rikwanto, mengatakan penggeledahan dilakukan di beberapa tempat termasuk ruang yang dulu ditempati Denny.
"Penggeledahan untuk mencari dokumen yang ada kaitan dengan program payment gateway," kata Rikwanto di Mabes Polri.
Penggeledahan dimulai pukul 10.00 WIB dan hingga kini masih berlangsung. "Ada 5 penyidik yang kesana," katanya.
Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menyatakan bahwa KPK pernah mengeluarkan sebuah rekomendasi bahwa sistem payment gateway memiliki risiko hukum. Hal tersebut diketahui ketika penyidik melakukan pemeriksaan beberapa pegawai KPK, beberapa waktu lalu.
Pegawai KPK yang tidak disebutkan namanya tersebut mengatakan bahwa Denny dan KPK pernah menggelar pertemuan untuk membahas penerapan sistem payment gateway sebelum proyek itu dilaksanakan. Salah satu unsur di KPK yang hadir pada pertemuan adalah Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK. Meski KPK tak merekomendasikan sistem tersebut, Denny tetap melanjutkan proyek itu.
Denny ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi atas kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi dalam proyek tersebut. Berdasarkan pemeriksaan polisi atas sejumlah saksi, Denny diduga menunjuk langsung dua vendor yang mengoperasionalkan sistem elektronik tersebut. Meski begitu, kuasa hukum Denny Indrayana membantah dan menyebut Denny hanya sebagai pengarah.
Vendor itu membuka rekening untuk menampung uang pungutan pemohon paspor. Uang itu mengendap di rekening vendor selama beberapa hari kemudian baru ditransfer ke kas negara. Namun, kuasa hukum Denny Indrayana, Heru Widodo mengatakan, ternyata dua vendor tersebut malah rugi.
Penyidik masih menunggu hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, penyidik sudah memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu, yakni mencapai Rp 32.093.692.000. Selain itu, penyidik juga menduga adanya pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu.