Minggu, 5 Oktober 2025

Haul Ke-5 Gus Dur, Fatayat NU Luncurkan Buku 'Gus Dur di Mata Perempuan'

Desember lima tahun silam KH Abdurrahman Wahid wafat.

Editor: Johnson Simanjuntak
net
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Desember lima tahun silam KH Abdurrahman Wahid wafat. Semasa hidupnya pria yang akrab disapa Gus Dur itu merupakan orang yang banyak berjasa mencurahkan hidupnya untuk kemaslahatan masyarakat dan bangsa.

Gus Dur semasa hidup juga peduli terhadap hak asasi perempuan Indonesia. Gus Dur pun memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat fundamental bagi terwujudnya kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki. Pemikiran feminisme dan pembelaan Gus Dur terhadap perempuan tergambar melalui pandangannya terhadap relasi gender yang di Indonesia dianggap masih timpang.

Dalam mengenang lima tahun wafatnya Gus Dur, Fatayat NU, salah satu organisasi sayap perempuan NU meluncurkan buku berjudul 'Gus Dur di Mata Perempuan'. Dalam peluncuran buku tersebut turut hadir istri Gus Dur yakni Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU, Hj Ida Fauziyah menuturkan, hadirnya buku 'Gus Dur di Mata Perempuan' menjadi angin segar untuk mengobati kerinduan terhadap sosok pluralisme tersebut. Menurutnya, dalam buku tersebut berisi pemikiran Gus Dur yang memiliki keberpihakan terhadap kaum tereklusi melalui berbagai pemikiran dan kebijakan baik selama menjadai Presiden RI maupun sepak terjangnya dalam NU.

"Buku antologi tulisan setebal 294 halaman itu berisi pengalaman para penulis berinteraksi dengan Gus Dur. Seluruh penulis merupakan perempuan yang berasal dari berbagai latar belakang. Para penulis kebanyakan memiliki pengalaman-pengalaman personal dengan kiai nyentrik itu," kata Ida di restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2014).

Salah satu penulis, Maria Ulfah Anshor mengatakan, buku 'Gus Dur di Mata Perempuan' ini berawal dari cita-cita Fatayat untuk mendokumentasikan pandangan dan pengalaman perempuan terhadap sosok dan perjuangan Gus Dur. Menurutnya, Gus Dur adalah pribadi yang tak terpisahkan dalam perjalanan dan perjuangan Fatayat.

"Kami ingat, November 2008 adalah saat bersama dengan Fatayat dalam acara publik, seminar tentang gender dan kebudayaan. Gus Dur bahkan sempat meledek dengan gayanya yang khas katanya Fatayat ketinggalam zaman, baru bicara soal itu sekarang," cerita Maria.

"Rupanya itu pertemuan terakhir dengan Fatayat dalam forum resmi," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved