Selasa, 30 September 2025

Kasus Hambalang

Yusril: Anas Tak Bisa Dijerat Pencucian Uang

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum resmi berhenti dari jabatannya selaku anggota DPR pada 21 Agustus 2010.

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menjadi saksi ahli untuk pihak pemohon pasangan Prabowo-Hatta pada sidang gugatan pilpres 2014 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2014). Ini adalah sidang terakhir sebelum MK kembali menggelar sidang putusan pada 21 Agustus 2014. Kesembilan hakim MK terlebih dahulu akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) secara tertutup selama tiga hari berturut-turut untuk mengambil putusan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum resmi berhenti dari jabatannya selaku anggota DPR pada 21 Agustus 2010.

Sejak saat itulah, Anas sudah tidak lagi penyelenggara negara, sebagai ketentuan berlaku. Demikian merujuk keterangan Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Yusril Ihza Mahendra, ahli yang dihadirkan Anas dalam persidangan dugaan pencucian uang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/9/2014) petang.

Menurut Yusril, anggota DPR yang resmi berhenti dan mendapat keputusan presiden, tidak dapat lagi dikenakan ketentuan-ketentuan sebagaimana hukum yang berkaitan dengan penyelenggara negara.

"Jadi, artinya seseorang bisa saja mundur dari DPR itu diproses sampai keluar keputusan presiden. Tetapi sebelum keluar keputusan presiden, belum dinyatakan keluar," kata Yusril sebagai saksi meringankan (a de charge) di hadapan majelis hakim.

Keterangan Yusril secara eksplisit mematahkan dakwaan Jaksa KPK terhadap Anas Urbaningrum, terkait dugaan pencucian uang.

Dakwaan disebutkan bahwa mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR itu, sejak 16 November 2010 sampai 20 Maret 2013, diduga melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp20,8 miliar.

Uang tersebut, tegas jaksa, digunakan untuk membeli lahan dan bangunan di Jalan Teluk Semangka dan Jalan Selat Makassar, Duren Sawit, Jakarta Timur; dua bidang tanah di Jalan DI Panjaitan, Jogokaryan, Yogyakarta; dan dua bidang lahan di Panggung Harjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

Menurut jaksa, lahan dan bangunan yang berlokasi di Yogyakarta dibeli melalui mertua Anas, Attabik Ali dan diatasnamakan Attabik.

Jaksa KPK juga menyampaikan bahwa uang untuk pembelian lahan tersebut berasal dari fee yang diperoleh Anas dalam mengurus sejumlah proyek BUMN yang ditambahkan dengan uang sisa biaya pemenangan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat.

Anas sendiri ditanyai di sela-sela istirahat sidang, mempertanyakan alasan Jaksa menjerat dirinya menggunakan pasal pencucian uang. Padahal, lanjut Anas, dirinya bukan lagi sebagai anggota DPR atau penyelenggara negara.

"Jadi anggota DPR itu penyelenggara negara dalam konteks saya adalah sejak 1 Oktober 2009 sampai kemudian saya mendapatkan SK pemberhentian presiden 21 Agustus 2010. Jadi setelah 21Agustus 2010 saya bukan Anggota DPR sebelum 1 Oktober 2009 saya bukan anggota DPR, orang bebas," kata Anas.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved