Tidak Ada Lagi Perbedaan Ganti Rugi Korban Lapindo
Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (27/3/2014) mengabulkan permohonan warga korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (27/3/2014) mengabulkan permohonan warga korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Dengan adanya keputusan itu maka warga yang berada di dalam peta area terdampak juga akan mendapatkan ganti rugi dari pemerintah.
Selama ini proses pembagian ganti rugi dilakukan dengan dua bagian, pertama adalah korban yang berada di luar peta area terdampak (PAT) yang menjadi tanggung jawab negara. Kedua adalah bagian di dalam PAT yang menjadi tanggung jawab Lapindo.
Pembagian tanggung jawab ini menjadi dikotomi karena korban lumpur Lapindo di luar PAT telah mendapatkan ganti rugi penuh. Sementara korban di dalam PAT masih tak jelas nasibnya karena belum mendapatkan ganti rugi.
Pemerhati kebijakan publik Ulul Albab menjelaskan tuntutan rakyat adalah wajar.
"Wajar sekali rakyat menuntut, karena peran negara dirasa kurang dalam menyelesaikan hal ini. Terlepas dari keputusan MK, negara juga terlihat diskriminatif dalam pencairan ganti rugi," imbuhnya.
Menurut Ulul perjuangan masyarakat sekitar Lapindo menuntut keadilan harus didukung.
"Perjuangan masyarakat mencari keadilan harus didukung karena terkesan seperti ada 'negosiasi' antara pemerintah dan Lapindo. Seharusnya pemerintah mewakili rakyat. Andai Lapindo tidak mampu membayar penuh, bisa 50-50 dengan negara dalam pelunasannya. Ada semacam kepentingan negara dengan pihak Lapindo," paparnya.
Sementara itu, pengamat Geo Politik Wahyu Sasongko mengatakan selama ini pemerintah salah karena tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat.
"Mulai dari pemerintah daerah hingga pusat, mereka salah. Warga negara dilindungi oleh UUD 1945, maka ketika ada musibah, mereka harus cepat tanggap," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa, negara harus menjamin rakyat, alih-alih korporasi yang belum membayar lunas jangan diadu domba dengan rakyat.
"Korporasi (Lapindo) jangan diadu dengan rakyat, nanti rakyat kalah. Negara dapat mengambil alih pelunasan ganti rugi, tapi korporasi harus membayar dan berhadapan dengan negara," ucapnya.
Wahyu menilai Lapindo terkesan tarik ulur dalam pelunasan ganti rugi ini, sehingga rakyat terkatung-katung menanti kejelasan.
Total kerugian masyarakat di dalam wilayah PAT yang hingga saat ini belum dibayar oleh Lapindo mencapai Rp 1,5 triliun, atau dua kali lipat dari yang diakui oleh pihak Lapindo yang hanya Rp 800 miliar saja.