Pindad Garap Serius Bisnis Peledak Nonmiliter
Direktur PT Pindad, Tri Hardjono mendapat target rencana kerja pemerintah (RKP) senilai Rp 2 triliun pada 2014.
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Direktur PT Pindad, Tri Hardjono mendapat target rencana kerja pemerintah (RKP) senilai Rp 2 triliun pada 2014. Target ini lebih besar daripada empat tahun sebelumnya hanya berkisar di atas Rp 1 triliun. Terakhir, pada 2013, RKP PT Pindad sebesar Rp 1,8 triiun. "Target Rp 1,8 triliun pada 2013 ini tercapai," ujar Tri di PT Pindad, Bandung, Rabu (26/3) siang.
Ia menilai pencapai itu sangat positif karena mampu melewati serta mengatasi satu tahun yang banyak ganjalan. "Komitmen kami, manajemen, untuk kualitas. Untuk delivery utang kami pada 2011, 2012, dan 2013 beres. Sekarang tak punya utang kecuali (pesanan retrofit) AMX," kata Tri.
Selain itu, PT Pindad juga melewati fluktuasi nilai tukar rupiah. Bahkan, Tri mengaku pihaknya merugi karena perubahan kurs itu. "Satu contoh, kontrak kami pada 2012 Rp 9.000 (per dolar AS) tapi sekarang jadi Rp 11.000 lebih (per dolar AS) bahkan sempat Rp 12.000 lebih," ujarnya.
Toh, imbuhnya, PT Pindad mampu melewati masa-masa itu. Menurutnya, usaha pencapaian target RKP tahun ini masih mengandalkan dari alat utama sistem senjata (alutista). Satu di antara dengan mengeluarkan produk baru untuk sistem senjata dan amunisi dengan mulai masuk ke produksi amunisi besar.
"Harapannya (panser) Anoa pun masih menjadi primadona karena (TNI) Angkatan Darat masih membutuhkan banyak untuk pengembangan batalyon infanteri mekanik," kata Tri.
PT Pindad juga memperkuat produksi non militer seperti bisnis bahan peledak komersial dan bisnis transportasi dan lain. "Lima tahun ke depan, kami perkuat bisnis nonmiliter. Satu contoh transportasi seperti motor listrik untuk kereta api," ujarnya.
Saat ini, PT Pindad masih mengandalkan pasar dalam negeri. Tri mengaku ekspor produk PT Pindad masih kecil. Ia mengatakan sulit untuk menjual produk militer ke luar negeri lantaran harus mengantongi lisensi ekspor, end user services (layanan purna jual).
"Bisnis ini harus G to G (goverment to goverment atau kerja sama antarpemerintah), tak bisa B to B (business to business)," kata Tri.