Wakapolri: Jangan Ada Konspirasi Saat Tangani Suap Pejabat Bea Cukai!
Oegroseno mengatakan bahwa penyidiknya bisa menindak tegas siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penyidik Bareskrim Polri saat ini menangani kasus suap pejabat Direktorat Jederal Bea dan Cukai. Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakpolri) Komjen Pol Oegroseno meminta penyidik jangan pernah ada konspirasi dalam mengungkap tuntas kasus tersebut.
Ditemui di City Walk, Jakarta, seusai meninjau layanan contact center 110 Polri, Oegroseno mengatakan bahwa penyidiknya bisa menindak tegas siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum.
"Dengan KPK seperti itu (memperlihatkan prestasi pengungkapan kasus korupsi), seharusnya kita tidak tambah ragu lagi bertindak hukum di seluruh republik ini," kata Oegro, Selasa (10/12/2013).
Dikatakannya, polisi seharusnya bisa seperti KPK menindak pelanggar hukum tanpa pandang bulu.
"Seharusnya bisa. La wong KPK polisi semua rata-rata, kita bedanya apa?" Ucap Oegro.
Bagi institusinya tidak ada lagi keragu-raguan dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara. Ia melihat tidak ada hambatan apa pun dari penyidik Polri mengungkap sebuah perkara, tetapi memang dalam penyelidikan penyidik tidak boleh terlalu terbuka.
"Kalau penyelidikan jangan terbuka dan tidak boleh konspirasi," katanya.
Pihaknya pun tidak akan segan-segan untuk menyeret petinggi-petinggi Bea Cukai bila terbukti terlibat dalam kasus yang kini sedang ditangani Bareskrim.
"Siapa pun di republik ini berkaitan bisa disidik menurut hukum pidana kita tidak usah dipersoalkan. Bukan hanya bea cukai tapi siapa pun. Kecuali masih ada undang-undang mengatur lain kita ikuti," katanya.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Sub Direktorat Money Loundering menetapkan seorang pejabat Bea Cukai bernama Heru Sulastyono (HS) sebagai tersangka kasus suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pejabat bea cukai tersebut diduga menerima suap dari seorang komisaris perusahaan PT Tanjung Jati Utama bernama Yusran Arif alias Yusron (YA) dalam bentuk polis asuransi senilai Rp 11,4 miliar dan kendaraan.
Yusran menyuap Heru untuk menghindari audit perusahaan. Heru akan memberitahu Yusran bila bisnisnya akan diaudit kepabean. Untuk itu Yusran melakukan buka tutup perusahaan untuk menghindarinya.
Istri muda Heru Sulistyono alias Heru (HS) diduga menjadi penampung uang suap. Proses suap dibungkus secara rapih untuk mengelabui para penegak hukum dalam menyamarkan uang hasil kejahatan. Penyuap Yusran Arif alias Yusron (YA) selaku Komisaris PT Tanjung Jati Utama melalui Siti Rosida selaku bagian keuangan perusahaannya memberikan uang kepada Heru dalam bentuk polis asuransi kemudian setelah dicairkan asuransinya, uang ditransfer ke rekening orang lain. Hal tersebut dilakukan agar seolah-olah uang itu bukan dari Yusron.
Yusron memerintahkan Siti Rosida selaku bagian keuangan perusahaan mengirimkan uang ke Heru melalui rekening atas nama Siti Rosida, kemudian ditransfer kepada Anta Widjaya (AW) yang merupakan seorang office boy yang bekerja di perusahaan Yusron. Setelah masuk ke rekening Anta Wijaya, kemudian uang ditransaksikan dalam bentuk polis asuransi dalam atas nama Heru. Dari transaksi itu ada dua polis asuransi yang masing-masing isinya Rp 200 juta.