Anggota Komisi III DPR Bingung dengan Kritik ICW
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari memertanyakan kritik yang dilontarkan Indonesia Corruption Watch (ICW).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari memertanyakan kritik yang dilontarkan Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW menilai, target penyelesaian revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) oleh Komisi III DPR sampai Oktober ini, membuat eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam.
"Dari mana sumber ICW itu? Panja saja belum dimulai, kami masih dengarkan masukan," kata Eva di Jakarta, Rabu (2/10/2013).
Menurut Eva, di internal Komisi III DPR belum ada pembicaraan soal masukan yang akan dipertimbangkan untuk membahas RUU KUHP dan KUHAP.
"Kok bisa bilang ada upaya melemahkan KPK? Saya harap jangan melempar sesuatu yang dampaknya tidak bagus," tuturnya.
Eva menyatakan, pihaknya tidak akan tertutup dalam membahas revisi ini. Sebelumnya, Koordinator ICW Emerson Yuntho menjelaskan, satu di antara kewenangan KPK yang bakal digerogoti lewat pengesahan dua undang-undang di atas, adalah tidak adanya lagi proses penyidikan dan penuntutan, karena bisa dihentikan oleh hakim komisaris.
Sebab, kata Emerson, draf RUU KUHAP memberi kewenangan luar biasa bagi hakim komisaris (hakim pemeriksa pendahuluan), yang dapat memutuskan dilanjutkan atau tidaknya penuntutan, penyitaan, dan penyadapan sebuah perkara pidana secara final.
"Hakim komisaris juga punya kewenangan menangguhkan penahanan tersangka atau terdakwa, dengan jaminan uang atau orang. Ini sama dengan pembunuhan terhadap KPK," ujar Koordinator dan Divisi Hukum Peradilan ICW Emerson Yunto di Jakarta, Selasa (1/10/2013).
RUU KUHAP, tambah Emerson, terkesan meniadakan KPK dan pengadilan khusus tindak pidana korupsi. Itu terlihat dari tidak adanya penyebutan lembaga di luar kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan (negeri, tinggi, dan Mahkamah Agung).
Menurutnya, tanpa RUU KUHAP menyebut secara khusus KPK di dalamnya, jika disahkan, regulasi ini dapat menimbulkan polemik atau multitafsir di kemudian hari.
Bahkan, Emerson menambahkan, RUU KUHAP juga jauh dari semangat pemberantasan korupsi. Dapat dinilai, RUU KUHAP menguntungkan koruptor. Karena, pasal 240 menyebutkan putusan bebas tak dapat di-kasasi ke Mahkamah Agung. (*)