Minggu, 5 Oktober 2025

MPKKI: FCTC Ancaman Kedaulatan Indonesia

Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI) menilai sikap Indonesia yang tidak menandatangani

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto MPKKI: FCTC Ancaman Kedaulatan Indonesia
/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Terkait pelaksanaan Soampoerna Kretek Asyiiik Fest 2011. Yasin Tofani Sadikin, Marketing Manager Sampoerna Kretek mengungkapkan sangat antusias, katanya dalam jumpa pers, Kamis (12/5) di Jakarta. Rankaian Sampoerna Kretek Asyiiik Fest ada kompetisi Lipsyng, Karaoke, dan Joget yang dapat dilakukan sendiri maupun kelompok. Dalam jumpa pers pawa wartawan yang hadir didaulat sebagai peserta Karaoke, Lipsyng dan Joget. Ini para peserta wartawan. Acara digelar mulai Maret hingga Juli 2011 merebutkan 3 pemenang di setiap rigional (regional Jabodetabek & Lampungm, regional Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur)..

TRIBUNNEWS.COM  - Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI) menilai sikap Indonesia yang tidak menandatangani Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC)  sudah benar. Sejak Presiden Habibie, Gus Dur, Megawati  hingga Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia tidak pernah meratifikasi FCTC.

"Pasalnya, FCTC hanya mengatur tata niaga tembakau yang akan merugikan petani tembakau dan mengancam kedaulatan Indonesia,” ujar Deputi Direktur MPKKI, Zamhuri di Jakarta (13/08/2013), seperti tertulis dalam rilis yang diterima redaksi Tribunnews.com.

Menurut Zamhuri, terdapat sekitar 18 juta orang mulai dari hulu hingga hilir yang hidup dari industri rokok kretek di Indonesia. Itu bukan angka yang sedikit jika dikaitkan dengan sisi perekonomian.

"Karena itu, kami sangat tidak setuju kalau pemerintah ikut menandatangani ratifikasi atau mengaksesi FCTC," tegasnya.  

"Konsistensi sikap itu harus terus dijaga, karena sampai sekarang juga tidak ada konsekuensi apa-apa jika tidak meratifikasi FCTC," tambahnya.

Sementara itu, Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz US menyatakan bahwa FCTC dan aturan-aturan anti rokok lainnya mempersepsi bahwa perokok adalah orang yang mesti diatur, bahkan mesti disingkirkan dalam ruangan merokok yang sempit.

Aturan tersebut, tambah Hasan juga menjadikan seorang perokok seperti orang pesakitan yang mesti diterapi oleh klinik dan terapi penyembuhan merokok.

"Bahwa FCTC sebetulnya mengandung kepentingan bisnis farmasi, terutama obat anti rokok. Dengan membuat klaim bahwa rokok merusak kesehatan, mereka menjual produk penyembuhan dari rokok. Dan tak lupa, untuk mendukung kampanye tersebut, perusahaan bisnis farmasi telah menggelontorkan dana milyaran rupiah di berbagai Negara," terangnya.

Lebih lanjut dijelaskan Hasan, di satu sisi, ada kampanye anti rokok. Di sisi lain, ada bisnis jualan obat berhenti merokok.

"Itu keterkaitan yang tak bisa dipisahkan karena FCTC lahir diinisiasi oleh perusahaan farmasi global," tukasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved