Selasa, 30 September 2025

Ledakan di Vihara Ekayana

Pengamat: Intel Sekarang Tak Sehebat Era Soeharto

Pengamat terorisme Mardigu WP menilai intelijen kecolongan dalam kasus bom Vihara Ekayana, Jakarta Barat.

Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Suasana Vihara Ekayana Buddhist Centre Jakarta Barat paska ledakan bom pada Minggu malam, Senin (5/8/2013). Terjadi ledakan bom berdaya ledak kecil dan sebuah bom yang tidak meledak di dalam vihara yang melukai tiga orang.. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat terorisme Mardigu WP menilai intelijen kecolongan dalam kasus bom Vihara Ekayana, Jakarta Barat. Sebab Intelijen di Indonesia hanya mencapai 10 ribu personel, sedangkan gerakan radikal diprediksi hanya 1.000 orang saja.

"Jadi selama ini BIN ngapain, BAIS, BNPT. Intel ini sekarang tidak bergerak. Kalau negara aman artinya intel bekerja, selama ini intel makan gaji buta, kebanyakan duduk-duduk daripada di lapangan," kata Mardigu ketika dihubungi, Senin (5/8/2013).

Mardigu mengatakan, intelijen memang harus bekerja mencurigai gerak-gerik seseorang. "Satu-satunya fungsi yang bisa negatif thinking itu cuman intel. Dia dibayar pajak untuk suudzon," imbuhnya.

Ketika ditanya apakah Densus 88 seperti membiarkan aksi tersebut, Mardigu tetap menilai adanya kecolongan dari intelijen.

"Mereka itu enggak sepintar zaman Pak Harto. Bukan enggak ngerti, hanya engak sepintar. Cuma orang pintar yang punya analisa begitu. Sementara BNPT dan Polri enggak ada pikiran ke sana. Ini murni intelnya saja yang bobrok," katanya.

Sementara mengenai bom yang dilakukan menjelang lebaran, Mardigu mengatakan agar aksi tersebut memberikan daya yang besar bagi masyarakat.

"Mereka bergerak di mana memberikan impact atau daya besar seperti lebaran, tahun baru, 17 Agustus," ungkapnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved