Kenaikan Harga BBM
LSI: Kelompok Perempuan Paling Tinggi Penolakan Kenaikan Harga BBM
Kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin premium dan solar sudah diketuk Pemerintah pada 21
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin premium dan solar sudah diketuk Pemerintah pada 21 Juni 2013. Namun, sebenarnya mayoritas publik menolak kenaikan harga tersebut.
"Sebanyak 79,21 persen publik tidak setuju dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM," ujar peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Adjie Alfaraby saat diskusi 'Politik Kebijakan BBM, BLSM, dan Efek Elektoralnya,' di Jakarta, Minggu (23/6/2013).
Menurut Adjie, persepsi publik di atas adalah hasil survei dengan quick poll yaitu menggunakan handset LSI yang dipegang 1200 responden dari seluruh provinsi Indonesia pada 18-20 Juni 2013. Metodenya multistage random sampling.
Sementara publik yang cukup atau sangat setuju kenaikan harga BBM, misalnya bensin menjadi Rp 6500, dan solar menjadi Rp 550, hanya sebesar 19,10 persen, dan yang tidak tahu atau menjawab 1,69 persen.
Adjie menambahkan, mereka yang menolak kenaikan harga BBM diamini lapisan masyarakat baik di kota maupun di desa. Terlepas dari mereka yang berpendidikan tinggi, rendah, kaya atau miskin, bahkan pemilih partai oposisi dan koalisi menolak.
"Meski begitu, penduduk perempuan, berpendidikan rendah, dan tinggal di pedesaan lebih besar persentase penolakannya. Ini cukup logis karena sebagian besar perempuan adalah ibu rumah tangga," terangnya.
Besarnya penolakan publik terhadap kenaikan BBM bukan saja terjadi pada 2013. LSI mencatat hal serupa pada 2005, 2008, dan 2012, di mana saat itu penolakan publik juga begitu tinggi. Pada 2005, misalnya, yang menolak 82,3 persen.