Mafia Anggaran
Fahd Rafiq Divonis 2,5 Tahun Penjara
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis pengusaha Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq selama 2 tahun enam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis pengusaha Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq selama 2 tahun enam bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan.
"Terdakwa Fahd El Fouz alias Fahd A. Rafiq terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Maka dari itu majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan putusan kepada terdakwa Fahd Al Fouz alias Fahd A. Rafiq 2 tahun 6 bulan penjara dan pidana denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan," kata Majelis Hakim Tipikor, Suhartoyo saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (11/12/2012).
Selain itu, Majelis Hakim juga memerintahkan Jaksa untuk tetap menahan Fahd. Sementara barang bukti agar disita dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 10 ribu.
Dalam menyusun amar putusannya, Hakim mempertimbangkan hal yang meringankan, yaitu Fahd menyesali perbuatannya dan tidak menikma hasil korupsi. Sedang hal memberatkan, Fahd dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Menanggapi putusan hakim, Fahd menyatakan dirinya memang bersalah. Dia menerima putusan tersebut.
"Secara prinsip saya memang bersalah. Saya terima berapapun (vonis hakim). Tapi saya mau berkonsultasi dengan kuasa hukum saya. Menurut penasehat hukum pikir-pikir Yang Mulia," kata Fahd. Sementara, Jaksa mengaku akan pikir-pikir terlebih dahulu atas putusan hakim.
Seperti diketahui, Fahd dinyatakan bersalah memberi atau menjanjikan uang sebesar Rp 5,5 miliar melalui Haris Andi Surahman kepada penyelenggara negara atau anggota DPR-RI periode 2009 sampai 2014, Wa Ode Nurhayati.
Hal tersebut dimaksudkan agar dia meloloskan proposal alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah buat tiga kabupaten di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, yakni Aceh Besar, Bener Meriah, dan Pidie Jaya pada 2011.
Dianggap melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a, Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.