Kamis, 2 Oktober 2025

Yusril Ihza Mahendra: Keputusan Cekal Kejaksaan Agung Langgar UU

Mantan Menkumham, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bila dia memiliki alasan kuat untuk meminta pengadilan membatalkan surat cekal.

Editor: Ade Mayasanto
zoom-inlihat foto Yusril Ihza Mahendra: Keputusan Cekal Kejaksaan Agung Langgar UU
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, bersiap keluar dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi RI, setelah mengikuti sidang putusan perkaranya Senin (8/8/2011). Yusril mengajukan permohonan uji materi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 65, Pasal 116 ayat (3) dan (4) terhadap UUD 1945 mengenai wajibkah penyidik memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan tersangka selama proses pemeriksaan berlangsung. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Laporan Wartawan Tribunnews.com Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menkumham, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bila dia memiliki alasan kuat untuk meminta pengadilan membatalkan surat cekal.

Hal itu dikatakan Yusril menanggapi pernyataan Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Halius Hosen yang merasa heran mengapa dia kembali melakukan gugatan terhadap keputusan cekal Kejaksaan Agung yang dikeluarkan tanggal 27 Juni yang lalu. Menurut Halius, keputusan cekal yang dikeluarkan tanggal 24 Juni memang mengandung kesalahan, dan telah diperbaiki.

Yusril beralasan keputusan cekal itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keputusan itu dibuat secara tidak proporsional, tidak akuntabel, tidak menjamin kepastian hukum dan dirumuskan secara tidak profesional sehingga tidak sejalan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Sebab itu, berdasarkan Pasal 53 UU No 9 Tahun 2004, terdapat cukup alasan bagi pengadilan untuk membatalkan keputusan dimaksud. Semua argumentasi yuridis memperkuat alasan itu dikemukakan Yusril dalam 28  halaman gugatan yang sudah didaftarkan di PTUN  Jakarta, Senin 22 Agustus yang lalu.

Yusril juga mengaku segera mendaftarkan permohonan uji materil Pasal 97 ayat (1) UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian berkaitan dengan masa cekal ke Mahkamah Konstitusi. Pasal itu menyebutkan bahwa pejabat berwenang, termasuk Jaksa Agung, dapat mencegah orang ke luar negeri paling lama 6  bulan, dan dapat diperpanjang untuk setiap kali paling lama 6  bulan.

Ketentuan ini, menurut Yusril, lebih buruk dibandingkan dengan ketentuan yang sama dalam UU No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang sudah dicabut beserta peraturan pelaksananya. "Saya mohon MK menyatakan frasa "dapat diperpanjang setiap kali paling lama 6 (enam) bulan" bertentangan dengan asas negara hukum dan  asas kepastian hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," kata Yusril dalam rilisnya, Kamis (25/8/2011).

Yusri memohon kepada MK agar membatalkan dan menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pada Pasal 97 ayat (1) UU No 6 Tahun 2011 itu yang memberi peluang kepada pejabat berwenang, termasuk Jaksa Agung, untuk mencekal orang seumur hidup, dengan cara memperpanjangnya setiap 6 bulan sekali tanpa batas berapa kali boleh memperpanjangnya.

"Ini jelas melanggar asas negara hukum karena bisa membuat Pemerintah bertindak sewenang-wenang, dan melanggar asas kepastian hukum karena seseorang tidak tahu sampai kapan dia akan dicekal," katanya.

Yusril mengungkapkan bila dia dapat meyakinkan majelis hakim MK, maka Jaksa Agung takkan dapat mencekalnya lebih dari enam bulan.

"Walaupun nanti saya kalah lagi di PTUN dalam gugatan kedua, mungkin Jaksa Agung tidak bisa lagi  memperpanjang cekal yang ada sekarang ini," imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved