Balada TKW di Negeri Arab
Moratorium Berlaku, TKW Masih Banyak Berangkat ke Arab Saudi
Imbauan agar pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Arab Saudi agar dihentikan ternyata tak didengar

TRIBUNNEWS.COM - Imbauan agar pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Arab Saudi agar dihentikan ternyata tak didengar sejumlah perusahaan pengiriman jasa TKI. Ini terbukti dari puluhan TKW yang antre di pintu keberangkatan luar negeri menuju Arab Saudi di Bandara Soekarno-Hatta.
Seorang perempuan berjilbab bernama Mudhirah Binti Dahuri mengaku akan dikirim ke Arab Saudi. "Saya cuma ikuti kata sponsor saja," katanya saat diwawancarai Tribunnews.com, Sabtu (6/8/2011). Ia kemudian memperlihatkan kartu tanda bukti bekerja berwarna merah putih. Ratusan calon TKW yang antre di gerbang mengenakan jilbab dan membawa tas.
Saat ditanya mengapa memilih Arab Saudi, Mudhirah cuma tersenyum. "Saya tidak tahu mbak, saya juga tidak tahu mau naik pesawat apa,"katanya lugu. Seorang lelaki berperawakan kecil tampak mengatur perempuan yang rata-rata terlihat berusia 30-an hingga 40-an tahun.
Padahal Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar memastikan, kebijakan penghentian sementara (moratorium) pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi mulai berlangsung pada 1 Agustus 2011.
Pasalnya, nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi diperkirakan baru bisa terlaksana akhir tahun nanti. "Tanggal 1 Agustus, kami secara resmi melarang semua calon pekerja dibidang PRT (domestic worker) untuk kerja di Arab Saudi," katanya, Jumat (29/7).
Lanjut Muhaimin, oleh karena itu, para calon pekerja yang berencana pergi ke Arab Saudi harus segera membatalkan dan mengambil jalur lain. Berdasarkan data Badan Nasional Pengawasan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Indonesia mengirim sekitar 400 ribu TKI PRT ke seluruh negara. Dari total TKI PRT tersebut, sekitar 15.000 hingga 20.000 diantaranya dikirim ke Arab Saudi setiap bulannya.
Untuk menampung para calon TKI tersebut, pemerintah meminta perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengalokasikan dana CSR. Contohnya, perusahaan BUMN yang bergerak di bidang makanan dan minuman dapat memberdayakan calon TKI di bidang produksi makanan atau kewirausahaan melalui dana CSR. Begitu pula dengan perusahaan yang bergerak di bidang kerajinan, dapat memberdayakan untuk membuat kerajinan.