Kasus Sisminbakum
Demo di Kejagung Perkeruh Kasus Sisminbakum
Pengamat Hukum Tata Negara Margarito menilai banyaknya aksi-aksi demonstrasi bayaran di Kejaksaan Agung dinilai karena ketidaktegasan Jaksa

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito menilai banyaknya aksi-aksi demonstrasi bayaran di Kejaksaan Agung dinilai karena ketidaktegasan Jaksa. Hal itu berakibat semakin menambah kontroversi di sekitar jalannya kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kementerian Hukum dan HAM.
Ia juga memandang sering adanya demo bayaran mencerminkan kekacauan penegakan hukum di Kejaksaan Agung. "Wajar saja ada aksi-aksi semacam itu. Ini karena ketidaktegasan dari jaksa agung sehingga muncul isu lewat demo seperti ini," ujar Margarito dalam pers rilisnya, Sabtu (16/7/2011).
Seperti diketahui, sebuah pemandangan unik terjadi di depan kantor Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Sejumlah ibu dan anak balitanya yang tergabung dengan massa Koalisi Masyarakat Info Publik (KMIP) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Kejaksaan Agung, menuntut penuntasan kasus Sisminbakum, Kamis (14/7/2011) kemarin.
Beberapa wartawan media massa yang meliput aksi itu mendekati para demonstran untuk menanyakan seputar isu yang mereka usung. Demonstran yang mayoritas kaum ibu dan anak-anak di bawah kebingungan ketika diwawancarai.
Padahal, lanjut Margarito, kasus Sisminbakum sudah jelas bahwa tidak bisa ditinjau kembali. Hal itu, katanya, terlihat dari putusan mantan Dirjen AHU Kemkumham Romli Atmasasmita di Mahkamah Agung.
"Di sana disebutkan tidak ada kerugian negara. Bagaimana sekarang ada usulan melanjutkan tersangka lain ke persidangan," kata Margarito heran.
Perkembangan terakhir dari kasus ini adalah, Kejaksaan Agung didorong untuk mengajukan peninjauan kembali kasus Sisminbakum ke pengadilan. Wakil Jaksa Agung, Darmono, menyatakan pengkajian berkas putusan bebas kasasi Romli Atmasmita sebagai penentu kelanjutan penanganan dugaan korupsi pada Sisminbakum sudah ada kesimpulannya.
Yaitu, kelanjutan perkara tersangka Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesudibyo bisa dilanjutkan ke pengadilan atau dengan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2). Sebelum menentukan kelanjutan kasus Sisminbakum itu, Kejagung harus mengkaji terlebih dahulu putusan bebas dalam kasasi mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM karena dakwaannya bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi bersama Yusril dan Hartono.
Namun sebagian pakar hukum, seperti pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Andi Hamzah, menegaskan, Kejagung tidak bisa mengajukan PK terhadap vonis mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Romli Atmasasmita, karena yang berhak mengajukan PK adalah terpidana dan ahli warisnya. (*)