Jumat, 3 Oktober 2025

Kasus Travel Cheque

Dua Hakim Nilai Panda Nababan Seharusnya Bebas

Sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa kasus suap pemenangan Miranda S Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS)

Penulis: Vanroy Pakpahan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Dua Hakim Nilai Panda Nababan Seharusnya Bebas
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Politisi PDI Perjuangan, Panda Nababan, menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Rabu (22/6/2011). Dalam sidang itu, majelis hakim memvonis Panda beserta tiga rekannya, yaitu Angelina Pattiasina, Muhammad Iqbal, dan Budiningsih penjara 1 tahun 5 bulan dan denda Rp 50 juta dengan subsider 3 bulan, dalam kasus suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. (tribunnews/herudin)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa kasus suap pemenangan Miranda S Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) Panda Nababan diwarnai sejarah dalam peradilan di Indonesia. Sejarah, lantaran dua hakim anggota yang memeriksa dan mengadili perkara itu berpendapat berbeda (mengeluarkan dissenting opinion) perihal tuduhan korupsi yang didakwakan terhadap mantan wartawan itu.

Andi Bachtiar dan Made Hendra mengemukakan, tak ada satu pun alat bukti yang menunjukkan keterlibatan Panda dalam kasus ini. Tak ada bukti yang menunjukkan kapan dan dimana serta bagaimana Panda menerima traveller's cheque dari Dudhie Makmun Murod.

"Karenanya surat dakwaan penuntut umum secara keseluruhan haruslah tidak dapat diterima. Terdakwa satu (Panda Nababan) harus dibebaskan dari dakwaan JPU dan dibersihkan nama baiknya," ucap Andi dalam dissenting opinionnya yang setebal 40 halaman, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Andi Bachtiar berpendapat, penuntut umum tidak dapat menunjukan bukti bahwa Panda mendapatkan jatan traveller's cheque dalam pemilihan DGS BI kala itu. Penuntut umum juga tak dapat membuktikan bahwa Panda ditunjuk sebagai koordinatro pemenangan Miranda Gultom.

Untuk pertemuan Dharmawangsa, kata Andi, penuntut umum tak dapat membuktikan atau menunjukkan alat bukti bahwa ada pelanggaran hukum dalam pertemuan itu.

Hal senada diungkapkan Made HEndra. "Analisa yuridis menurut undang-undang surat tuntutan ditolak. Dengan demikian tidak diperolehnya fakta hukum kalau terdakwa satu (Panda Nababan) tak menerima pemberian atau hadiah. Oleh karena itu, pidana yang didakwakan pada terdakwa satu, telah tidak terbukti," katanya.

Dalam dissenting opinionnya, Made menegaskan tak ada bukti dan keterangan saksi yang membuktikan Panda menerima traveller's cheque dalam kasus ini. PEnuntut umum juga tak mampu menunjukkan bukti dan atau membuktikan Panda telah melakukan pidana sebagaimana yang dituduhkan mereka. Apalagi dalam persidangan terungkap, tak ada nama Panda di amplop-amplop yang sudah disiapkan untuk anggota Komisi IX dari Fraksi PDI P.

"Tidak ada alat bukti yang menunjukkan keterlibatan terdakwa satu (Panda Nababan). Tidak ada fakta hukum terkait travellers cheque BII," imbuhnya.

Made Hendra menambahkan, persidangan juga tidak menemukan adanya bukti-bukti yang membuktikan Panda telah memberikan empat lembar cek perjalanan kepada Soekardjo Hardjoseowirjo. "Pemberian saja tidak terbukti, apalagi penerimaan," tuturnya.

Oleh karenanya, Made Hendra menilai analisis penuntut umum dalam dakwaan dan tuntutannya terlalu sumir. Pasalnya, hingga saat ini, Made Hendra tidak tahu bagaimana, dimana, dan darimana Panda menerima traveller's cek senilai Rp 1,45 miliar itu.

Dissenting kedua hakim ini pun mendapatkan apresiasi dari keluarga besar dan kerabat, kolega serta tim penasihat hukum Panda. KEluarga dan kolega serta kerabat bahkan sampai bertepuk tangan dan mengucapkan "Merdeka" mendengar dissenting opinion dari kedua hakim.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved