Kamis, 2 Oktober 2025

Bom Bunuh Diri Cirebon

Masjid Pun Bisa Dibakar dan Dirobohkan -4

Hukum mesjid dlirar ini adalah Allah melarang Rasul-Nya dari melakukan shalat di dalamnya

Editor: Dahlan Dahi
zoom-inlihat foto Masjid Pun Bisa Dibakar dan Dirobohkan -4
istimewa
Seorang tewas diduga pelaku bom bunuh diri di Dalam masjid At Takwa Komplek Mapolres Cirebon, Jawa Barat, jumat (15/4/2011)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Serangan teroris ke masjid di Mapolres Cirebon mendapat pembenaran dalil dalam buku “Diizinkan Merobohkan,Membakar, dan Meledakan Mesjid karena Alasan Bahaya Dan Mendatangkan Madlarat”. Inilah sambungan buku tersebut:

Hukum Mesjid Dlirar

Hukum mesjid dlirar ini adalah Allah melarang Rasul-Nya dari melakukan shalat di dalamnya dengan firman-Nya:

”Janganlah kamu melakukan shalat di mesjid itu selama-lamanya.” (At Tauubah:108).

Jadi shalat di dalamnya adalah haram, dan menurut sebagian ulama adaiah batal -dan ini adalah pendapat yang benar-, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk merobohkan dan membakarrnya. Bisa jadi hukum perobohan dan pembakarannya adalah diambil dari firman-Nya Subhaanahu Wa Ta’aalaa:

”ataukah orang-orang yang mer.dirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam?” (At Taubah:l09)

Karena sesungguhnya banyak ulama ushul fiqh memandang bolehnya berhujjah dengan tindakan-tindakan Adalah kepada hamba-hamba-Nya terhadap kebolehan melakukan tindakan itu terhadap mereka kecuali kalau ada qarinah. Ibnu Taimiyyah berkata: (Landasan dasar adalah firman

Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan tindakan-Nya, meninggalkan-Nya dari mengatakan dan meninggalkan-Nya dari melakukan, sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan perbuatannya, serta meninggalkannya dari mengatakan dan meninggalkannya dari melakukan, meskipun kebiasaan ahli ushul bahwa mereka tidak menuturkan dari sisi Allah kecuali firman-Nya yang mana ia adalah Kitab-Nya). (Al Muswaddah, Alu Taimiyyah hal 296)

As Sam’anil berkata: (Penjelasan dari Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa terbukti dengan ucapan, pebuatan, kinayah (kiasan) dan pengingatan terhadap ‘illat (alasan hukum), namun tidak terjadi dengan isyarat). (Lihat Irsyadul Fuhul:173).

Pendapat ini diberi hujjah dengan istidlal para ulama salaf terhadap pengrajaman orang yang sodomi (liwath} dengan apa yang Allah lakukan terhadap kaum Nabi Luth. Penulis Kitab AI Mughni berkata:(Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa mengadzab kaum Luth dengan pengrajaman, maka seyogyanya orang yang melakukan seperti perbuatan mereka diberi sangsi seperti sangsi mereka). (Al Mughni 8/188).

Saya berkata: Tidak seyogyanya ucapan itu dilontarkan secara muthlaq, karena Allah mengadzab para ahli maksiat dengan api, namun tidak boleh seorangpun menyiksa dengan api kecuali bila itu qishash «sebagaimana pendapat yang shahih dari pendapat jumhur selaian madzhab Hanafi». Wallaahu ta’aala a’lam.

Pembicaraan tentang mesjid dlirar adalah pernbicaraan yang panjang, akan tetapi saya akan membatasi pernbicaraan di sini terhadap masalah kebolehan menghancurkan mesjid-mesjid yang telah dibangun untuk mendatangkan kemadlaratan kepada kaum muslimin atau karena suatu alasan dari alasan-alasan atau sebab-sebab yang telah disebutkan. Ini bila mesjid tersebut pada awalnya dibangun untuk tujuan itu.

Adapun bila mesjid itu dibangun dalam rangka taqarrub kepada Allah Subhaanaahu Wa Ta’aalaa terus muncul kejadian terhadapnya seperti penguasaan ahli bid’ah terhadapnya atau pengrubahan fungsinya menjadi tempat ibadah kaum musyrikin atau pengangkatan imam yang tidak boleh shalat di belakangnya, maka mesjid semacam ini tidak ada kaitannya dengan pembicaraan kami dan tidak masuk dalarn kategori mesjid yang boleh dirobohkan, akan tetapi -bila ada kemampuan terhadapnya- wajib kerusakan ini dilenyapkan, dan mesjid ini tetap sesuai tujuan asal pembangunannya berupa pengakuan dan pujian pembangunannya dan yang membangunnya, Penganggapan tujuan asal ini dijadikan acuan dalam fiqh pada berbagai masalah, di antaranya:

Membedakan antara mesjid yang dibangun di atas kuburan, dimana yang lebih dahulu adalah kuburan. sedangkan mesjid adalah belakangan, dengan mesjid yang dikubur mayat di dalamnya, di mana kuburan datang belakangan.

An Nawawi berkata di dalam fatwanya, beliau ditanya tentang pekuburan yang diwaqafkan bagi kaum muslimin yang mana seseorang membangun sebuah mesjid di didalamnya dan membuat mihrab didalamnya, apakah hal itu boleh? Dan apakah wajib merobohkannya? Maka be!iau rahimahullah berkata: (Hal itu tidak boleh baginya dan wajib merobohkannya), Ibnul Qayyim berkata di dalam Zadul Mua’ad (masalah ke 77):

(Masjid dirobohkan bila dibangun di atas kuburan, sebagaimana mayat dibongkar kembali bila dikubur di mesjid, hal itu ditegaskan oleh Imam Ahmad dan yang lainnya, maka tidak boleh berkumpul di dalam dienul Islam antara mesjid dengan kuburan, akan tetapi mana saja yang dibangun di atas yang lainnya, maka ia dicegah darinya dan hak hukum adalah bagi yang lebih dulu ada, dan seandainya diletakkan keduanya secara bersamaan, maka tindakan itu adalah tidak boleh).

Bersambung

Berita Terkait
* Jawaban Oman Abdurrahman

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved