Mafia Pajak
PPATK Belum Kejar Harta Gayus di Guyana
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) belum menelusuri rekam jejak kekayaan Gayus HP Tambunan di negara Guyana

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) belum menelusuri rekam jejak kekayaan Gayus HP Tambunan di negara Guyana, Amerika Latin. PPATK tengah menanti informasi dari empat negara.
"Belum ada penelusuran ke sana. Kita minta informasi dari Singapura, Malaysia, Macau dan Amerika," ucap Ketua PPATK Yunus Husein di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (19/1/2011) sore.
Menurutnya, hingga kini belum ada informasi yang diperoleh dari keempat negara yang diduga terdapat kekayaan Gayus. "Ini coba-coba mancing, siapa tahu dapat," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, penyidik Kepolisian Negara RI menemukan salinan paspor negara Guyana dengan foto mirip mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan. Salinan paspor ditemukan penyidik di dalam komunikasi elektronik melalui email antara tersangka John Jerome dan tersangka Ari dalam dugaan kasus pemalsuan identitas paspor atas nama Sony Laksono.
"Memang kami tahu sidang di istana, sidang kabinet bahwa ada upaya ke sana, dengan membuat paspor ke sana. Karena itu biaya paspor begitu tinggi," ungkapnya.
Yunus menjelaskan, PPATK menjadi lembaga pertama yang melapor kecurigaan kekayaan Gayus kepada aparat penegak hukum. Laporan ini sebagai buah atas permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Saat itu, Menkeu meminta PPATK untuk mengusut transaksi para aparat pajak, wajib pajak, dan hakim pajak yang berhubungan dengan kasus keberatan.
"Dulu pada waktu kasus Gayus (muncul), Menkeu mengeluarkan delapan perintah. Salah satu perintahnya meminta kami memeriksa pegawai, wajib pajak dan semua yang terkait dengan itu," imbuhnya seraya menyatakan, instruksi Menkeu berlanjut dengan kehadiran nama-nama pegawai pajak.
"Dirjen pajak memberi nama-namanya. Itu sekitar 16 ribu, kami tidak mungkin mengecek semua. Kita fokus saja, di tempat-tempat basah," jelasnya.
Dia mengemukakan, menggunakan sistem pendeteksi transaksi dengan batas transaksi antara 500 juta rupiah hingga 27 miliar rupiah, penelusuran rekam jejak pegawai pajak pun dilakukan.
"Ada yang mencurigakan dari transaksi tunai, dan hasilnya saya kasih ke irjen, dirjen dan penegak hukum," tuturnya.
Yunus menambahkan, penelusuran PPATK kecurigaan transaksi belum sampai ke tingkat dirjen. Temuan rekening mencurigakan berada di bawahnya. "Transaksi mencurigakan untuk tingkat dirjen sementara belum ada. Lebih bawah dari dirjen, ada," sergahnya.