Tragedi Mei 1998
Karsiah: Cabut Putusan bukan Pelanggaran Berat
Raut muka sedih dan kecewa tampak terlihat jelas di muka Karsiah saat mengikuti peringatan 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, Rabu (12/05/2010).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Raut muka sedih dan kecewa tampak terlihat jelas di muka Karsiah saat mengikuti peringatan 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, Rabu (12/05/2010).
"Kita sekarang menunggu dan menunggu tapi kelanjutannya tidak ada, nihil," ujar Karsiah, ibu dari salah satu Pahlawan Reformasi, Hendriawan Sie.
Karsiah sangat berharap keputusan Pansus DPR yang menyatakan kasus Trisakti bukanlah pelanggaran HAM berat harus dicabut. Sebenarnya Karsiah tidak mengerti betul tentang dunia politik. Namun dengan tewasnya anak semata wayang maka mau tidak mau ia harus berjuang agar kasus 12 Mei 1998 dapat terselesaikan.
"Yakin gak yakin kita harus mengharapkan itu (penyelesaian kasus), haparan itu, empat orangtua korban, empat bersaudara tetap bersatu," imbuh bunda Heriawan yang saat menuntut ilmu di Trisakti mengambil jurusan Ekonomi Manajemen.
Pada kesempatan itu, Karsiah mengutarakan kepedihan hatinya yang harus dipendam ketika bertemu dengan orang lain. "Di depan kita boleh tersenyum dan tertawa. Tapi hati kita menjerit," imbuh Karsiah.
Sementara itu, Suami Karsiah, Hendrik Sie menyebutkan Wiranto sebagai orang yang bertanggung jawab dalam tragedi ini. "Dia menjadi Panglima ABRI waktu itu yang merintah," ujar Hendrik yang mengenakan baju batik.
"Mungkin presiden tahu masalah 12 Mei, tapi gak tahu bisa diungkap apa enggak," pungkas Hendrik. (*)