Respons Masyarakat Sikapi Wacana Kenaikan Tarif KRL Commuterline
Diketahui, KRL Commuterline merencanakan kenaikan tarif menjadi Rp 5.000 dari sebelumnya Rp 3.000 untuk perjalanan 25 kilometer pertama.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana kenaikan tarif perjalanan KRL Commuterline menuai pro-kontra.
Diketahui, KRL Commuterline merencanakan kenaikan tarif menjadi Rp 5.000 dari sebelumnya Rp 3.000 untuk perjalanan 25 kilometer pertama.
Banyak penumpang menolak wacana kenaikan tarif ini.
Tapi ada pula yang setuju tarif KRL Commuterline naik sebesar Rp 2.000.
Seorang penumpang, Tiara Septi setuju atas wacana kenaikan tarif KRL Commuterline.
Wanita yang sehari-hari berdagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat ini mengaku tidak masalah jika tarif awal KRL naik 40 persen
“Setuju aja kalau naik dua ribu,” katanya saat ditemui di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (13/5/2022) sore.
Kendati setuju, Septi berharap KRL Commuterline menyediakan lebih banyak tempat duduk, baik di rangkaian kereta maupun stasiun.
“Enggak apa-apa naik harganya, tapi disediain tempat duduk yang banyak,” ucap wanita berusia 19 tahun tahun tersebut.
“Jarang dapet tempat duduk. Ya kadang-kadang suka dikasih (gantian dengan penumpang lain), tapi lebih sering enggak dikasih,” lanjut dia.
Baca juga: KAI Commuter: Kenaikan Tarif Tiket KRL Jabodetabek Masih Belum Dipastikan
Serupa dengan Tiara, seorang lain yang tidak ingin disebutkan namanya juga setuju.
Seorang karyawan ini setuju dengan wacana kenaikan tarif KRL.
Menurut dia, kenaikan dari Rp 3.000 menjadi Rp 5.000 masih dalam batas wajar.
“Enggak apa-apa sih, karena kalau dibandingkan, tidak lebih mahal dari transportasi lain,” ucapnya.
Dia merinci, jika bekerja di daerah Jakarta Pusat dan kembali ke rumah di wilayah Bekasi, akan sangat jauh dan memakan waktu.
Terlebih, sambung dia, arus lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya pada saat jam pulang kerja menjadi sangat padat.
“Kalau selain KRL waktu tempuh bisa jadi beda, lebih lama,” katanya.
Masyarakat Menolak
Sementara itu, suara penolakan pun banyak terlontar dari masyarakat.
Doni Marlen menjadi seorang yang menolak wacana kenaikan tarif KRL Commuterline.
Menurut dia, kenaikan tarif KRL menjadi Rp 5.000 akan memberatkannya.
“Saya kurang setuju,” kata Pria yang sehari-hari berdagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat ini.
Doni menjelaskan untuk saat ini penjualan di tokonya masih belum stabil.
Kemudian, lanjut dia, jika dihitung Rp 5.000 per bulan, pengeluarannya untuk transportasi akan melonjak.
“Keadaan juga kaya begini, apalagi tarif dinaikin jadi Rp5.000, sudah berapa untuk sebulan,” ucapnya.
Baca juga: Tarif KRL Akan Naik Jadi Rp 5.000, Kemenhub: Masih dalam Kajian
“Setiap hari tiket kereta PP (pulang-pergi) bisa Rp 10 ribu. Rp 5.000 kali 30 saja bisa Rp 150.00. Benar-benar enggak setuju,” ujar Doni.
Dia pun memberi opsi, agar kenaikan tarif KRL Commuterline hanya menjadi Rp 3.500 atau Rp 4.000.
Menurut dia, angka itu tidak sebanyak jika kenaikan tarif menjadi Rp 5.000.
“Asal jangan sampai 5.000, ketinggian banget. Apalagi buat kita berdagang begini kan. Jualan juga belum bisa ramai kaya dahulu,” ucapnya.
Hal serupa juga dikatakan Dani Piter.
Karyawan di salah satu perusahaan swasta ini menyebutkan jika kenaikan tarif awal menjadi Rp 5.000 akan memberatkan masyarakat.
“Kalau ini sih ya, kemahalan,” ujarnya.
Menurut dia, angka itu berada di atas standar tarif yang mampu dibayar penumpang.
Dia pun menyarankan jika tarif tetap naik, jumlahnya hanya menjadi Rp 3.500.
“Ya seperti Transjakarta tidak apa-apa Rp3.500. Kalau untuk Rp 5.000 terlalu herat,” ucap laki-laki berusia 37 tahun ini.
Andrew, seorang karyawan swasta juga tidak setuju dengan wacana kenaikan tarif KRL Commuterline.
Pria 25 tahun ini mengaku keberatan jika tarif awal KRL menjadi Rp5.000 dari sebelumnya Rp 3.000.
“Enggak setuju, Kemahalan, hampir 50 persen sendiri naiknya,” katanya.
Baca juga: Pengguna KRL Hari Pertama Kerja Usai Libur Lebaran Berjumlah 187.584 Orang
Dia pun berharap wacana kenaikan tarif KRL Commuterline bisa dibatalkan.
Selain itu, mengapresiasi fasilitas dan pelayanan yang diberikan KRL Commuterline saat ini.
Menurutnya, kedua aspek tersebut sudah sangat baik.
“Sekarang udah bagus fasilitas dan pelayanannya,” katanya.
Sebagai informasi, tarif KRL Commuterline diwacanakan bakal naik dari Rp 3.000 menjadi Rp 5.000.
Namun rencana implementasi kenaikan tarif KRL mengalami perubahan.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengungkapkan, wacana kenaikan ini akan diundur hingga setelah Hari Raya Idul Fitri 2022 atau Lebaran 2022.
"Terkait implementasinya, penyesuaian tarif KRL tidak akan dilakukan sebelum puasa dan Lebaran," kata Adita saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/3/2022).
Tarif KRL Dikaji Ulang
Dia menuturkan, kenaikan ini pun akan dikaji kembali setelah Lebaran yang terselenggara pada Mei 2022.
Dia bilang, tanggal implementasi akan memperhatikan kondisi masyarakat.
Adapun hasil survei terhadap rencana penyesuaian tarif KRL sudah disampaikan ke publik lewat webinar-webinar.
"Setelah (Lebaran) itu pun kami pasti akan kaji lagi waktu implementasinya, melihat situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat," ujar Adita.
Pada pemberitaam sebelumnya, tarif KRL Commuterline diusulkan naik dari Rp 3.000 menjadi Rp 5.000 per 1 April 2022. Kenaikan tarif KRL Rp 2.000 ini untuk perjalanan 25 kilometer pertama.
Sementara untuk 10 kilometer selanjutnya tetap dikenakan tambahan tarif sebesar Rp1.000.
Jadi, perjalanan awal dengan KRL untuk 25 km pertama Rp 5.000, jika sampai 35 km maka jadi Rp 6.000, jika sampai 45 km jadi Rp 7.000 dan seterusnya.