Kamis, 2 Oktober 2025

Polda Metro Bantah Jajarannya Bekingi Mafia Tanah dalam Kasus Lahan di Kembangan

Polda Metro Jaya mengklarifikasi soal adanya dugaan bahwa penyidiknya dari Subdit 3 Resmob Ditreskrimum melakukan back up

Editor: Hendra Gunawan
Tangkapan Layar Youtube Kompas TV
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat membenarkan dugaan rekaman suara pendukung pemimpin FPI Rizieq Shihab, Senin (7/12/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Polda Metro Jaya mengklarifikasi soal adanya dugaan bahwa penyidiknya dari Subdit 3 Resmob Ditreskrimum melakukan back up terhadap mafia tanah untuk lahan seluas 7.000 meter persegi di Kembangan Raya, Jakarta Barat.

Hal itu usai adanya pelaporan dari pihak atas nama Damiri H Sajim melalui ahli warisnya Charles Ingkiriwang dan kuasa hukumnya Febriansyah Hakim terhadap penyidik Subdit Resmob Ditreskrimum PMJ ke Divpropam Polri dan Kompolnas.

Damiri sendiri sudah meninggal sejak 12 Januari 2021 lalu.

Direskrimum Polda Metro Kombes Tubagus Ade Hidayat membantah jajarannya memback up mafia tanah dalam kasus ini.

"Jadi bukan back up, tapi tindak lanjut. Berhakkah orang menduduki? Lalu ditelusuri siapa berhak atas lahan tersebut," kata Ade di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (8/3/2021).

Adapun saat itu, laporan polisi tertanggal 16 November 2020 yakni Damiri diduga memasuki pekarangan orang lain, yakni milik PT. PFI.

Baca juga: Guru Besar Hukum: Pemenang Sengketa Tanah di Pengadilan Bukan Mafia Tanah

Damiri dilaporkan karena diduga melanggar Pasal 167 KUHP, Pasal 170 KUHP, Pasal 406 KUHP dan Pasal 335 KUHP.

Atas dasar itu, Damiri disebut ditetapkan tersangka tanpa pemeriksaan sebagai saksi dan dalam keadaan sakit hingga akhirnya diharuskan wajib lapor hingga meninggal dunia.

Namun, Ade pun membantah tudingan itu. Dia menyebut bahwa kasus ini telah dipraperadilankan di PN Jakarta Selatan oleh tersangka.

Baca juga: KPK Benarkan Tengah Usut Kasus Dugaan Korupsi Pembelian Tanah di DKI Terkait Program DP 0 Rupiah

"PMJ diadukan praperadilan dan permohonan ditutup. Artinya penetapan tersangka sudah diuji di praperadilan di PN Jaksel dan sudah ditolak permohonannya," tambahnya

Soal dalam keadaan sakit, Ade mengatakan bahwa yang bersangkutan saat itu tidak bisa diperiksa.

"Karena kalau sakit diartikan secara umum orang yang sakit menahun pasti ga bisa diriksa. Tapi ada uji kedokteran dan kesehatan. Layak yang bersangkutan (diperiksa)," pungkasnya.

Sementara untuk pemeriksaan dengan dokumen palsu, Ade mengatakan penyidikan dilakukan berdasarkan produk negara yang resmi.

Sebelumnya, merasa lahannya telah direbut paksa dan justru sempat dijadikan tersangka oleh polisi, Damiri H Sajim melalui tim kuasa hukumnya, melaporkan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya dalam hal ini Subdit Resmob, ke Bid Propam Polda Metro Jaya.

Baca juga: Kejagung Ajukan Pemblokiran Aset Tanah 7 Tersangka Asabri ke BPN, Terbanyak Aset Benny Tjokrosaputro

Pelaporan dilakukan pada 28 November 2020 lalu, dan sampai awal Maret 2021 ini tengah dalam proses penyelidikan dan sudah masuk dalam pemeriksaan pelapor serta saksi.

Tim kuasa hukum Damiri H Sajim, yakni Febriansyah Hakim menuturkan kliennya sebenarnya adalah korban sindikat mafia tanah yang selama ini beraksi dengan melibatkan sejumlah penegak hukum dan pejabat pemerintahan.

Adapun lahan milik Damiri selaku ahli waris, seluas 7.999 meter persegi di Jalan Raya Kembangan, Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, kini diklaim dan dikuasai pihak lain yakni PT PFI berdasarkan dua sertifikat tanah.

PT PFI, adalah sebuah perusahaan finansial yang berkantor di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

"Padahal lahan itu adalah milik keluarga besar atau orangtua klien kami, yang sudah ditempati sejak 1961," kata Febriansyah kepada wartawan, Jumat (5/3/2021) malam.

Kepemilikan lahan kata Febri berdasar surat Girik C Nomor 1970 Blok D.II Persil Nomor 22 atas nama Lie Bok Sie, orangtua Damiri. Lie Bok Sie diketahui sudah tinggal dan memiliki lahan seluas sekitar 2 hektar di sana, sejak 1961

Namun kata Febriansyah, tiba-tiba sebagian lahan yakni seluas 7.999 meter persegi diakui milik PT PFI, berdasarkan dua sertifikat tanah.

Karenanya keluarga atau para ahli waris kata Febriansyah mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 2002 lalu.

"Dan ahli waris dimenangkan hingga pada tingkat Mahkamah Agung. Sehingga sudah memiliki kekuatan hukum tempat," kata Febriansyah.

Berdasarkan kekuatan hukum itulah katanya para ahli waris menempati lahan yang dimaksud.
Namun katanya PT PFI tak tinggal diam untuk dapat menguasai lahan tersebut.

Yakni dengan membuat laporan ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada 2020 lalu, yang seakan-akan lahan mereka ditempati orang lain selama ini.

"Dan tiba-tiba saja klien kami ditetapkan tersangka oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ini berdasarkan surat panggilan penyidik ke klien kami dengan status tersangka, tertanggal 16 November 2020," katanya.

Dalam surat panggilan katanya, Damiri ditetapkan sebagai tersangka dugaan memasuki pekarangan milik orang lain tanpa izin, dan atau pengrusakan secara bersama-sama, dan atau pengrusakan dan atau perbuatan disertai ancaman kekerasan, sesuai Pasal 167 KUHP, Pasal 170 KUHP, Pasal 406 KUHP dan Pasal 335 KUHP.

"Ini kan aneh karena berdasarkan putusan MA, lahan itu memang milik ahli waris. Selain itu tanpa ada klarifikasi dan pemanggilan, klien kami tahu-tahu sudah jadi tersangka," katanya.

Karenanya menurut Febriansyah, penyidik sama sekali tidak melakukan penyelidikan sebagai proses penetapan tersangka.

Bahkan kemungkinan alat buktinya juga direkayasa," ujarnya.

Dalam panggilan itu katanya Damiri diminta hadir pada 18 November 2020.

"Karena surat panggilan diterima 17 November atau sehari sebelumnya, klien kami tidak dapat memenuhi panggilan," katanya

Lalu kata dia datang kembali surat panggilan kedua pada 18 November 2020 agar kliennya memenuhi panggilan penyidik pada 20 November.

"Karenanya kami mengirim surat ke penyidik bahwa klien kami tidak bisa hadir, dengan pertimbangan bahwa tenggang waktu dalam surat pemanggilan tidak sesuai KUHAP," katanya.

Selain itu kata Febriansyah kliennya sudah berusia lanjut yakni 71 tahun, memiliki sesak nafas yang disertai keterangan dokter.

"Apalagi saat itu masih dalam situasi pandemi dan klien kami rentan terpapar," katanya

Namun tambah Febriansyah, kliennya dijemput paksa penyidik karena tidak memenuhi dua panggilan itu.

"Yang menjemput ada sekitar 15 orang polisi Subdit Resmob untuk menangkap klien kami yang sudah berusia lanjut," katanya.

Karena kondisi yang tidak sehat saat dijemput paksa, kata Febriansyah, kliennya tidak bisa menjalani pemeriksaan oleh penyidik.

"Penyidik kemudian membuat berita acara penolakan pemeriksaan oleh klien kami. Setelah itu klien kami diminta wajib lapor sejak 24 November 2020," katanya.

Karena usia lanjut dan sakit yang diderita kata Febriansyah, kliennya akhirnya meninggal dunia pada 12 Januari 2021 lalu.

Kuasa ahli waris Damiri, Charles Ingkiriwang mengatakan pada 26 November 2020, seratusan orang personel Subdit Resmob Polda Metro Jaya dengan dua bus mengambil alih lahan milik Damiri.

Mereka katanya juga mengusir keluarga ahli waris agar keluar dari rumah atau bangunan di lahan itu.

"Mereka (Resmob) mengambil alih lahan kita, katanya ada surat SK dari Menteri Pertanahan BPN untuk mengosongkan lahan tersebut menjadi status quo, tapi setelah dikosongkan langsung diserahkan ke pihak lain lawan, PT. PFI. Kami menganggap tindakan polisi itu merupakan tindakan premanisme dan sewenang-wenang," kata Charles Ingkiriwang saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/3/2021)

Menurut Charles, penetapan Damiri sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dilakukan tanpa pemeriksaan terlebih dulu dan dengan dasar bukti palsu yang dbuat oleh mafia tanah.

"Damiri dijadikan tersangka atas dugaan memasuki lahan pekarangan orang lain. Padahal, tanah yang ditinggalinya adalah miliknya sendiri," katanya.

Saat itu Charles mengaku sudah menunjukan bahwa sertifikat yang dimiliki PT PFI sudah dicabut oleh BPN Barat dan Kanwil DKI.

"Tapi polisi nggak mau tahu. Ini artinya mereka bagian mafia tanah," katanya.

Kuasa hukum ahli waris, Febriansyah Hakim mengatakan pihaknya sempat mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Damiri H Sajim. Namun, di tengah proses praperadilan, Damiri H Sajim meninggal dunia.

"Karena sejak awal almarhum sudah dalam keadaan sakit, tapi tetap dijemput paksa oleh Resmob Polda Metro Jaya," katanya

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved