Soal Kelanjutan Reklamasi Jakarta, KPK Tegaskan Negara Tidak Boleh Rugi
Kedua aturan itu merupakan payung hukum untuk melakukan pembangunan di 17 pulau reklamasi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang mengatakan pihaknya memang belum merespon surat Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
Surat tersebut terkait kelanjutan pembahasan dua rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang reklamasi Teluk Jakarta.
Alhasil hingga kini dua Raperda itu kini masih tertahan di DPRD Provinsi DKI.
Menurut Saut, surat yang dilayangkan Djarot berisi permintaan pendapat KPK atas kelanjutan pembahasan dua Raperda tentang reklamasi yang masih mandek beberapa bulan lalu itu hingga kini masih dipelajari pihaknya.
Meski belum memberikan jawaban, Saut menuturkan negara tetap tidak boleh dirugikan dalam kelanjutan reklamasi di pesisir utara Jakarta tersebut.
"Masih kami pelajari (surat dari Djarot Saiful Hidayat). (Soal kelanjutan reklamasi) artinya negara tidak boleh rugi lah disini," kata Saut, Senin (25/9/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Djarot malah enggan menanggapi saat ditanya awak media soal apakah dirinya membahas kelanjutan pembahasan dua Raperda tentang reklamasi yang tertahan di DPRD DKI dengan KPK.
Mantan Wali Kota Blitar, Jawa Timur ini memilih untuk langsung meninggalkan gedung KPK usai menandatangani kerjasama dengan KPK.
"Jangan nanya yang lain, Bapak Gubernur mau pulang," kata Saut.
Baca: Fadli Zon Minta Panglima TNI Klarifikasi Soal 5000 Senjata
Diketahui saat ini DPRD DKI masih menahan pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantura Jakarta dan Raperda Soal Rencana Zonasi Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
Kedua aturan itu merupakan payung hukum untuk melakukan pembangunan di 17 pulau reklamasi.
Sejauh ini, sudah ada tiga pulau yang terbentuk, di antaranya Pulau C, D dan G. Pulau C dan D merupakan milik PT Kapuk Naga Indah, anak usah Agung Sedayu Grup.
Sementara Pulau G milik PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land.
Pemerintah pusat telah mencabut sanksi administratif atas pembangunan Pulau C dan D yang dilakukan PT Kapuk Naga Indah.
Sebelum pencabutan sanksi, sertifikat hak guna bangunan (HGB) untuk Pulau D, telah diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara.
Pemprov DKI mematok harga tanah di Pulau C dan D sebesar Rp3,1 juta per meter persegi.
Sementara itu, untuk Pulau G, pemerintah masih membahas pencabutan sanksi untuk PT Muara Wisesa Samudra selaku pengembang pulau buatan tersebut.
KPK sebelumnya telah membongkar praktik suap dalam mega proyek 17 pulau buatan di utara Ibu Kota tersebut.
KPK menetapkan mantan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan anak buahnya Trinanda Prihantoro sebagai tersangka.
Ariesman selaku pengembangan Pulau G memberi suap mencapai Rp2 miliar kepada Sanusi, yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI.
Uang tersebut untuk mempengaruhi pembahasan Raperda tentang RTRKS Pantura Jakarta, khususnya terkait pasal kontribusi tambahan untuk pengembang.