Pilgub DKI Jakarta
Percaya Atau Tidak? Sejak Pemilu 2004 Petahana di Putaran II Selalu Tumbang
Kekalahan pasangan Basuki Tjahaja Purnamadan Djarot Saiful Hidayat ( Ahok- Djarot) menambah catatan itu. Sejarah di Pemilu Indonesia berulang.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pencoblosan di pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua sudah usai dalam suasana damai. Melegakan. Hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei juga sudah kelar dilakukan. Menenangkan.
Hasilnya, pasangan Anies Baswedan- Sandiaga Uno ( Anies-Sandi) unggul. Menilik kemenangan Anies-Sandi yang sudah diakui lawannya ini, catatan sejarah pemilihan umum di Indonesia ternyata berulang.
Sejak Pemilihan Umum 2004, petahana (incumbent) yang dipaksa bertarung di putaran kedua selalu tumbang.
Kekalahan pasangan Basuki Tjahaja Purnamadan Djarot Saiful Hidayat ( Ahok- Djarot) menambah catatan itu. Sejarah di Pemilu Indonesia berulang.
Memang belum panjang perjalanan Pemilu dalam arti pemilihan langsung di Indonesia. Namun, dari belum panjangnya perjalanan itu, sejarah mencatat "kutukan" bagi petahana di putaran kedua.
Tiga kutukan
Pertama, mari kita tengok Pemilu Presiden 2004 yang menjadi awal pemilihan langsung di Indonesia. Saat itu, lima pasang calon presiden dan wakil presiden maju.
Petahana Megawati Soekarnoputri yang berpasangan dengan KH Hasyim Muzadi ditantang pasangan Susilo Bambang Yudhoyono- Jusuf Kalla, Wiranto- Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Di putaran pertama, 5 Juli 2004, tiga pasangan calon terakhir gugur. Megawati-Hasyim yang mendapat 26,61 persen suara berhadap-hadapan dengan SBY-JK yang mendapat 33,37 persen suara di putaran kedua.
Penulis: Wisnu Nugroho