Senin, 6 Oktober 2025

Dua Bekas Direktur Bank DKI Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Dugaan Korupsi

Dua tersangka tersebut adalah mantan Direktur Pemasaran Mulyatno dan mantan Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono.

Penulis: Valdy Arief
Editor: Hendra Gunawan
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Mantan Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi kredit Bank DKI kepada PT Likotama Harum dan PT Mangkubuana Hutama Jaya tahun 2013.

Dua tersangka tersebut adalah mantan Direktur Pemasaran Bank DKI tahun 2014, Mulyatno dan mantan Direktur Utama Bank DKI tahun 2014, Eko Budiwiyono.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang menyatakan tersangka baru ini dianggap berperan dalam proses pencairan kredit yang dari awal dinilai  tidak memenuhu syarat.

"Datanya tak benar semua dan ini yang tidak dichek dua tersangka baru ini," kata Sudung di kantornya Rabu (20/4/2016).

Hingga kini, Kejati DKI Jakarta menetapkan enam tersangka pada dugaan penyelewengan kredit ini.

"Kami sudah menetapkan tersangka empat orang. Tiga orang sudah mau proses penuntutan, satu orang penyidikan. Dalam perkembangan ada tersangka baru (dua orang)," kata Sudung.

Empat tersangka lain pada kasus ini adalah Dulles Tampubolon selaku Head Group Komersial Bank DKI, Hendri Kartika Andri selaku Account Officer Korporasi Bank DKI, Supendi selaku pemilik PT. Likotama Harum, dan Gusti Indra selaku Pimpinan Divisi Resiko Kredit Bank DKI.

Dulles, Hendri, dan Supendi sudah masuk pada tahap penuntutan di Pengadilan Tindak Pidan Korupsi. Sedangkan Gusti, masih dalam tahap penyidikan.

Kasus dugaan korupsi Bank DKI bermula ketika PT Likotama Harum (PT LH) mengajukan penambahan plafon pinjaman modal kerja sebesar Rp 230 miliar pada 2013.

Pinjaman tersebut diajukan untuk pengerjaan pembangunan Jembatan Selat Rengit di Kepulauan Meranti,  Riau; Pelabuhan Dorak, Selat Panjang, Riau; Gedung RSUD Kebumen, Jawa Tengah; dan pengadaan konstruksi bangunan Sisi Udara Paser, Kalimantan Timur.

Pada pelaksanaannya, PT LH tidak menyalurkan dana pinjaman Bank DKI ke proyek yang diajukan.

Dalam penyidikan, Kejati DKI Jakarta juga menemukan pengajuan kredit PT LH belum memenuhi persyaratan pada Buku Pedoman Perusahaan (BPP) Kredit.

Menurut Sudung, pada perkara ini terdapat kerugian negara sebesar Rp 267 miliar.

--

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved