Reklamasi Pantai Jakarta
Kewenangan Pemberian Izin Reklamasi Masih Tumpang Tindih
Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, Arif Satria menilai adanya perbedan dalam menafsirkan pondasi hukum terkait perencanaan reklamasi pantai
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, Arif Satria menilai adanya perbedan dalam menafsirkan pondasi hukum terkait perencanaan reklamasi pantai utara Jakarta menjadi celah yang dimanfaatkan pengusaha dalam mendapat keuntungan.
Dikatakannya, rencana pemerintah DKI Jakarta untuk mereklamasi pulau-pulau di pantai utara Jakarta lebih condong untuk kepentingan investasi.
"Meski bukan barang haram, namun aturan hukum dalam reklamasi di Indonesia masih tumpang tindih," kata Arif di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (16/4/2016).
Ia menjelaskan tumpang tindih tersebut terlihat dari aturan hukum yang tertuang dalam Keppres 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Dalam Kepres tersebut dijelaskan mengenai kewenangan kepala daerah untuk melaksanakan reklamasi," katanya.
Menurut Arif, dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 17 tahun 2013 tentan reklamasi Perizinan Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, juga menjelaskan kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan soal kewenangan untuk memberikan izin reklamasi kawasan strategis nasional
Arif menuturkan, Jakarta begitu ngotot berpegang pada Keppres No 52 tahun 1995. Namun jika melihat peta kewenangan, reklamasi yang direncanakan Pemprov DKI Jakarta sudah menjelajah tiga provinsi.
"Artinya menteri memiliki kewenangan untuk memberikan izin reklamasi kawasan strategis nasional, dan Jakarta termasuk kawasan strategis nasional."
"Di Permen juga dijelaskan, KKP mempunyai kewenangan mengeluarkan izin untuk reklamasi lintas provinsi. Reklamasi di Jakarta sudah lintas provinsi, jadi bukan Gubernur, tapi kementerian," tuturnya.
Arif pun menilai dengan tumpang tindihnya regulasi soal reklamasi pantai utara Jakarta, sengaja dimanfaatkan bagi pengembang untuk mencari dasar hukum yang menguntungkan.
"Keppres 52 tahun 1995 ini kan masih berlaku itu yang dipegang untuk proyek reklamasi Jakarta. Dan dimana ada perselesihan maka pengusaha akan mencari dasar hukum yang menguntungkan dia," katanya.