Bocah Disodomi
Minggu Depan Guru Tari Sekolah Saint Monica Diperiksa Polda Metro Jaya
Penyidik Polda Metro Jaya, minggu depan akan memeriksa guru tari di sekolah Saint Monica, berinisial HR alias S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Polda Metro Jaya, minggu depan akan memeriksa guru tari di sekolah Saint Monica, berinisial HR alias S, terkait laporan dari L, bocah 3,5 tahun yang menjadi korban kekerasan seksual oleh guru tersebut.
Hal itu diutarakan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto, Jumat (16/5/2014) di Mapolda Metro Jaya. "Minggu depan, terlapor HR alias S akan diperiksa. Nanti penyidik yang menentukan waktunya," ungkap Rikwanto.
Rikwanto menambahkan sambil menunggu terlapor diperiksa, penyidik akan memeriksa saksi-saksi lain termasuk pula mencari barang bukti yang ada.
"Saat ini kami juga sedang berupaya mengambil atau menyita CCTV yang ada di kelas terkait kasus ini. Terlapor akan dipanggil sebagai saksi dulu," tambah Rikwanto.
Untuk diketahui, pada sang ibunda (B), L mengaku sang guru tari berinisial Miss S kerap mencolok duburnya dengan tangan.
Kekerasan seksual yang diterima L terjadi saat L mengikuti ekstra kulikuler dance yang dilaksanakan di sekolah itu.
"Jadi anak saya sering kesakitan kalau dibersihkan setelah buang air besar. Sekolahnya hanya tiga kali satu minggu, senin, rabu dan jumat. Kalau ekskulnya setiap hari selasa," ungkap B.
Setelah L mengeluh sakit, B lalu memeriksakan L ke RSCM dan ditemukan dubur L memang terluka akibat kekerasan benda tumpul.
"Perubahan anak saya sudah terjadi sejak enam bulan lalu. Dia mengeluh sakit, tapi saya masih menganggapnya biasa saja. Baru tiga bulan terakhir ini ada perubahan cukup drastis," terang B.
Dikatakan B, anaknya tidak mau memakai celana karena sakit dan tidak mau sekolah. Hingga akhirnya L bercerita mengenai apa yang dialaminya.
Kejadian itu sudah dilaporkan oleh ibu korban dengan nomor 854/K/V/2014/PMJ/Resju tanggak 2 Mei 2014.
Ibu korban melaporkan Miss S dengan dugaan perbuatan cabul terhadap dan atau penganiayaan terhadap anak, sesuai Pasal 82 dan Pasal 80 UU RI no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak.