Banjir Dahsyat Jakarta
Warga Kompleks Elite di Pluit Borong Perahu Karet
Sebagian besar rumah mewah, toko, perkantoran, hingga pusat perbelanjaan di kawasan Pluit dan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian besar rumah mewah, toko, perkantoran, hingga pusat perbelanjaan di kawasan Pluit dan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, hingga Senin (21/1/2013) petang, masih tergenang banjir. Air setinggi 0,5 hingga 1 meter merendam kawasan elite tersebut.
Sebagian pemilik rumah mewah di perumahan Pluit Timur, Pluit Mutiara, dan Pluit Indah, telah meninggalkan rumahnya dan pergi mengungsi setelah air dari waduk Pluit meluap Sabtu (19/1/2013). Namun, tak sedikit pemilik yang masih mendiami rumah yang umumnya berlantai dua tersebut.
Warga perumahan yang enggan mengungsi umumnya karena untuk menjaga harta-bendanya dan karena air yang masuk tak terlalu tinggi. Pantauan Tribunnews.com, bagi warga yang tidak mengungsi, mereka hanya berdiam diri atau sekadar berkumpul di depan rumah mewahnya. Terkadang mereka baru terpaksa keluar rumah jika stok makanan sudah habis.
Agar bisa meninggalkan rumahnya menuju ke minimarket atau pusat perbelanjaan di sekitar perumahan tanpa kebasahan, mereka pun punya alat sendiri, yakni perahu karet. Kendaraan air itu sengaja dibeli karena adanya bencana banjir ini.
"Perahu ini punya bos saya, baru beli tadi siang. Ini saja baru dipakai keluar ke sini doang, karena bos saya mau belanja makanan ke toko di depan itu. Kalau harga saya enggak tahu," ujar Nana, seorang pembantu rumah tangga yang bosnya tinggal di perumahan Pluit Timur.
Si pemilik perahu karet itu langsung menaiki perahu karet putihnya sepulang dari belanja, tidak bersedia diwawancarai.
Alwi (32), seorang tukang jasa angkut perahu dadakan, yang berada di lokasi, menaksir harga perahu karet tanpa mesin bermotor tersebut sekitar Rp 2 sampai Rp 3 juta.
"Namanya juga orang kaya, mau apa yah tinggal beli, mas," ujar Alwi.
Beberapa perahu karet yang dimiliki warga perumahan elite itu disandarkan di posko Muara Karang. Saat sang bos berbelanja, para pembantu atau pun sopirnya menunggu perahu karetnya.
Alwi mengungkapkan, tarif angkut menggunakan perahu kayuh bervariasi karena tergantung jarak tempuhnya. Untuk perahu kayuh, tarif untuk mengakut orang antara Rp 50 sampai Rp 100 ribu untuk jarak dekat sekitar 1 km.
"Kalau yang Rp 300 ribu itu mungkin PP (Pulang Pergi). Kadang ada warga yang kasih lebih dari Rp 50 ribu, jadi Rp 100 ribu. Soal harga, kami enggak ada yang menekan warga, karena kalau suka yah naik, enggak suka yah enggak apa-apa. Mungkin ada yang menekan seperti beritakan di tv, itu oknum," kata Alwi.
Tanpa bersedia menyebut angka, Alwi mengakui pendapatan dari angkut warga maupun barang bawaannya di perumahan elite ini terbilang "lumayan". Namun, jumlah pendapatan itu harus dibagi tiga rekannya yang ikut membantu mengayuh dan mendorong perahu.
"Belum lagi kita juga bayar sewa perahu ini ke yang punya Rp 200 per harinya. Paling kami berempat, masing-masing bawa pulang Rp 150 ribu setiap hari," ujarnya.
Ia mengaku tak ada pemaksaan soal tarif angkut ini. "Tadi saya antar Bu Eka dari posko sini muter-muter gang bagikan makanan ke warga, saya bilang terserah Bu Eka saja, eh dikasih Rp 400 ribu," ungkapnya.
Ia mengaku sehari-harinya bekerja sebagai nelayan di Muara Angke. Namun, saat ini, dia tak bisa melaut karena gelombang sangat tinggi dan air mengalami pasang.
Alwi pun menolak jika dirinya dan teman-temannya sesama "tukang perahu dadakan" ini disebut Aji mumpung. "Tadi ada dari brimob yang usir-usir kami, kalau sama yang TNI enggak apa-apa. Kalau sampai diusir, kami kecewa. Saya enggak tahu kelanjutan teman-teman, apa mau demo atau apa," kata Alwi.
Tak berbeda jauh dengan Alwi, seorang pemilik kapal kayu bernama Udin mengaku memperoleh keuntungan berlipat dari pekerjaan dadakan ini.
Udin mengaku sudah dua hari menjadi tukang jasa angkut di perumahan elite Pluit. Setiap pulang dengan memasang tarif Rp 100 ribu per orang, Udin mengaku bisa mengantongi pendapatan lebih dari Rp 1 juta setiap harinya.
"Sehari bisa dapat Rp1,1 juta," kata Udin, warga Muara Angke.
Udin mengaku kesehariannya bekerja sebagai pencari kerang hijau di laut. Namun, karena mengetahui pekerjaan tukang jasa angkut perahu di perumahan itu menggiurkan, ia pun memutuskan berhenti sementara melaut.