Kerusuhan Tol Jatibening
Warga: Penutupan Tol Jatibening, Itu Urusan Perut
Aktivitas dan roda perekonomian di rest area Tol Jatibening km 8 ternyata telah berlangsung sejak tahun 1990. Baik warga pribumi Jatibening yang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivitas dan roda perekonomian di rest area Tol Jatibening km 8 ternyata telah berlangsung sejak tahun 1990. Baik warga pribumi Jatibening yang mayoritas warga Betawi maupun masyarakat pendatang yang bermukim di sekitaran Jatibening sudah lama merasakan keuntungan dari dibukanya rest area tersebut.
"Ini kan sudah ada sejak tahun 1990 sampai sekarang. Ini sudah jadi roda perekonomian warga pribumi sini. Dapur rumah kami masih bisa mengepul ya karena kerja dari sini. Kalau ini ditutup kami semua mau makan apa," ungkap Ilham yang sudah 10 tahun bekerja sebagai kuli bongkar muat di Tol Jatibening Km 8 saat ditemui Tribunnews.com.
Dijelaskan Ilham banyak orang yang mendapatkan keuntungan dengan dibukanya akses tol tersebut, mulai dari para tukang ojek, kuli bongkar muat, calo, pengamen, pedagang dan para pemilik usaha penitipan motor.
"Kalau memang mau ditutup kenapa baru sekarang ? Kenapa tidak dari dulu, dari tahun 1990, ini yang jadi pertanyaan warga. Rest area ini juga kan yang bangun dari Jasa Marga, sekarang malah dibuat bangun taman. Kenapa gak dibuah halte saja di sini," ujar Ilham.
Ihlam, bapak dari dua anak ini mengaku sehari bekerja bisa mendapatkan uang sebesar Rp 200.000 sampai Rp 300.000. Bahkan ia sudah memiliki pelanggan tetap, yakni para pedagang yang biasa belanja pakaian hingga berkarung-karung di Tanah Abang.
Saat ditanya harapannya, Ilham mengaku ingin agar akses jalan tol tersebut tetap dibuka karena selama ini banyak orang yang mencari nafkah dari sana.
"Semuanya serba susah kalau ini ditutup. Warga kemana-mama jauh harus melalui kalimalang, kalau mau pergi maupun turun harus di cawang atau bekasi barat. Trus kami yang bekerja di sini makan apa ? Apa kami harus merampok ?," tambah Ilham.
Baca Juga: