Kerusuhan Tol Jatibening
Ini Alasan Warga Tolak Penutupan Terminal Bayangan
Warga kelurahan Jatibening, Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, merasa keberatan atas ditutupnya akses naik turun penumpang

Laporan Wartawan Tribun Jakarta Mochamad Faizal Rizki
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warga kelurahan Jatibening, Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, merasa keberatan atas ditutupnya akses naik turun penumpang di KM 8 Tol Jatibening, baik arah ke Jakarta maupun ke Cikampek.
Keberatan warga tersebut disampaikan melalui tuntutan kepada PT Jasa Marga dalam aksi demonstrasi menutup pintu tol dan membakar mobil.
"Kami warga Jatibening menuntut pihak PT Jasa Marga untuk membatalkan penutupan terminal bayangan eks Gerbang Tol Pondok Gede Timur karena akan memutus nadi perekonomian masyarakat,"kata Koordinator Aksi masyarakat Jatibening, Marsan, Jumat, (27/7/2012).
Menurut Marsan, masyarakat menolak keras penutupan akses turun dan naik penumpang di lokasi tersebut karena warga telah puluhan tahun menggunakan akses adanya kantong parkir bus di jalan tol Jakarta-Cikampek dekat eks gerbang tol Pondok Gede Timur.
Tak hanya warga yang biasa memanfaatkan akses kantong parkir bus untuk berpergian, namun juga berbagai profesi seperti tukang ojek, pengamen, tempat penitipan motor dan warga lain yang menggantungkan hidupnya di area tersebut.
Dalam sehari saja misalnya Soni bisa mengantongi Rp150.000 sampai Rp200.000 dari pekerjaannya sebagai tukang ojek.
"Setiap hari, ada ribuan penumpang naik turun dari terminal bayangan ini, jelas penghasilan kami akan turun drastis, akibat ditutupnya terminal bayangan tersebut, kita mau makan apa?"kata Soni.
Senada dengan Soni, Ahmad seorang pemilik tempat penitipan motor mengaku ratusan motor dititipkan di tempatnya setiap hari.
"Kebanyakan karyawan dari Bekasi yang bekerja di Jakarta biasa menitipkan motornya untuk kemudian melanjutkan memakai bus,"kata Ahmad.
Ahmad menuturkan omset dari usaha jasa penitipan motor miliknya, bisa mencapai belasan juta rupiah setiap bulannya.
Karena akses terminal bayangan yang sudah ada sejak beberapa tahun lalu di KM 8 Jatibening ini ekonomi warga sekitar menjadi bergerak.
"Bayangkan apabila akses turun-naik penumpang ditutup, mata pencaharian warga bagaimana?, sekarang mencari rejeki halal susah, apa kami harus mencuri?"kata Ahmad.
Sementara warga lain bernama Budi mengaku anaknya yang kuliah di Bandung pun menggunakan akses terminal bayang ini.
"Anak saya dari awal kuliah pulang pergi ke Bandung ya lewat sini, sampai sekarang kerja pun ya tetap lewat sini, sepuluh tahun yang lalu, di sini aman-aman saja, yang terpenting adalah kepentingan warga jangan sampai dihilangkan dan juga tidak menggangu arus lalu lintas jalan tol, saya kira perlu ada penataan kembali,"ujar Budi.