Kamis, 2 Oktober 2025

Pilkada Serentak 2024

Calon Tunggal Lawan Kotak Kosong Diprediksi Banyak Terjadi di Pilkada 2024

Maka dari itu, bahkan melalui pilkada, seluruh pihak ini memilih skenario kotak kosong supaya pada akhirnya tidak ada persaingan sama sekali

KOMPAS/PRIYOMBODO
Ilustrasi Pilkada. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemungkinan bertambahnya calon tunggal yang melawan kotak kosong akan masif dan signifikan terjadi pada Pilkada Serentak 2024.

Hal itu disebabkan oleh beberapa kondisi, di antaranya psikologis pemilih pasca-Pemilu 2024.

"Kemungkinan bertambahnya calon tunggal akan masif dan signifikan. Penyebabnya apa? Pertama, kondisi psikologis pasca-Pemilu Februari 2024, sangat berpengaruh," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Rendy NS Umboh dalam keterangannya, Rabu (7/8/2024).

Kini, dalam proses pilkada yang tengah berlangsung, elite-elite politik yang sebelumnya berkoalisi di Pemilu 2024 tengah melakukan pemetaan ke setiap penjuru daerah.

Pemetan ini dapat menyebar secara terstruktur, sistematis, dan masif mengingat keputusan pencalonan di daerah kerap merujuk pada rekomendasi partai politik yang berada di pusat.

Langkah itu dinilai menjadi rentan sebab terbuka lebar peluang bagi partai untuk melakukan langkah yang disebut Rendy 'kongkalikong politik'.

"Ruang untuk kongkalingkong politik terbuka lebar, hal ini sangat rentan dan membahayakan demokrasi. Jadi, kita berada dalam kondisi yang kelihatan demokratis, tetapi hanya simbol dan administratif," jelasnya.

"Semuanya sudah diselesaikan ditataran elit Parpol, lalu apa lagi essensinya Pilkada langsung kita sekarang ini," sambung Rendy.

Baca juga: KPU Ungkap Beberapa Kondisi yang Sebabkan Peserta Pilkada Lawan Kotak Kosong

Poin kedua, Rendy juga melihat adanya kepentingan dan kegentingan yang memaksa partai politik, terutama partai koalisi pemenang pemilu presiden dan partai non-koalisi yang ingin terus dalam satu perahu yang sama supaya nantinya saat pembagian jatah kursi di masa pemerintahan yang baru, mereka semua tidak terpecah.

Maka dari itu, bahkan melalui pilkada, seluruh pihak ini memilih skenario kotak kosong supaya pada akhirnya tidak ada persaingan sama sekali antarseluruh partai yang mendukung presiden terpilih.

"Artinya adalah, pemilu sudah usai, hasilnya sudah ada, tetapi masih ada pelantikan dan pembagian kursi kabinet yang menanti pasca-20 Oktober nanti, puncak pestanya di situ, jamuannya’ di sana, di istana dan dalam soal urusan-urusan keistanaan," ungkap Rendy.

"Nah, apabila belum ke sana, tetapi sudah banyak friksi dan faksi karena soal pilkada, kan repot jadinya. Barangkali itu yang mendasari hipotesis kami, bahwa pilkada Serentak kali ini akan masif dipenuhi kotak kosong," tambahnya.

Kemudian poin terakhir, ihwal bakal masifnya kotak kosong adalah karena konstelasi Pemilu 2029 sudah dipikirkan dan didesain sejak Pilkada 2024 saat ini.

"Mengapa? Karena dalam setiap pilkada ke pilkada pemilu ke pemilu, elemen kekuasaan, penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan program dan bantuan sosial pemerintah, penggerakan aparatur negara, merupakan kunci sukses kontestasi Pilkada maupun Pemilu. Oleh karena itu, strategis sekali, menyusun strategi Pemilu 2029, dari Pilkada 2024 ini," pungkasnya.

Baca juga: Anggap Anies Gagal Cari Mitra Koalisi, PKS Buka Opsi Berbalik Dukung Ridwan Kamil di Pilkada DKI

Tren Calon Tunggal Naik Tiap Pilkada

JPPR juga telah merilisi sebuah grafik yang menunjukkan tren kotak kosong yang naik di setiap pilkada.

Pada Pilkada 2015, terdapat 3 calon tunggal dari total total 169 wilayah yang menyelenggarakan pilkada (160 Kab/Kota dan 9 Provinsi).Kemudian, Pilkada 2017, terdapat 9 calon tunggal dengan total 101 wilayah yang menyelenggarakan pilkada (94 kabupaten/kota dan 7 provinsi).

Lalu pada Pilkada 2018, calon tunggalnya konsisten bertambah menjadi 16 di 171 daerah yang melaksanakan Pilkada (154 kabupaten/kota dan 17 provinsi). Sedangkan Pilkada 2020, ada 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada (261 Kab/kota dan 9 Provinsi) yang di mana calon tunggalnya konsisten naik menjadi 25 pasangan calon.

Satu Pasangan Calon Pilkada Diatur Undang-undang

Pemilihan satu pasangan calon, sebenarnya untuk mengisi kekosongan hukum apabila terjadi kondisi sebagaimana pasal 54C UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati (Pilkada) yakni:

'Hanya satu pasangan calon yang memenuhi syarat; terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap tetapi parpol pengusung tidak mangajukan calon pengganti, atau mengajukan calon pengganti juga tetapi ternyata tidak memenuhi syarat, sehingga hanya tersisa satu pasangan calon; terdapat pasangan calon yang mendapatkan sanksi pembatalan calon sehingga hanya tersisa satu pasangan calon; dan hanya satu pasangan calon yang mendaftar sejak awal, sampai perpanjangan pendaftaran calon, dan dinyatakan memenuhi syarat.'

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved