Pilpres 2024
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari Ungkap Ihwal Kecurangan dari Meja Mahkamah Konstitusi
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari berharap para hakim MK tidak diintervensi oleh kekuasaan dan uang seperti yang terjadi pada kasus sebelumnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) terkait penyelenggaraan pemilihan presiden 2024 pada Senin (22/4/2024) sangat dinantikan.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari berharap para hakim MK tidak diintervensi oleh kekuasaan dan uang seperti yang terjadi di beberapa kasus sebelumhya.
Baca juga: Asosiasi Pengacara di Amerika Ingatkan Hakim Mahkamah Konstitusi: Saat ini Kesempatan Merehabilitasi
Feri menilai hakim MK memiliki peran penting dalam menguak kecurangan pemilu.
“Rumusannya memang begitu power tends to corrupt atau kekuasan itu cenderung dikorupsi, dan MK pernah mengalami itu,” ucapnya dalam wawancara khusus di kantor Tribun Network, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Dia pun menilai bahwa hakim MK juga sebenarnya bisa mendiskualifikasi pencalonan Gibran Rakabuming sebagai Wakil Presiden melalui putusan Nomo 90 tahun 2023.
Namun akan selalu ada harga dan bukan tidak mungkin kerja besar seperti ini yang ujungnya ada di MK.
Menurut Feri, godaan seorang hakim MK pasti besar.
“Untuk dipakai mendiskualifikasi bisa tergantung sejauh mana niat hakim membongkar praktik yang terjadi,” imbuhnya.
Berikut lanjutan wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Feri Amsari:
Kalau pengetahuan Pak Feri apakah MK bisa diintervensi dengan uang apakah dalam kasus sengketa PHPU ini uang dan power juga mempengaruhi?
Rumusannya memang begitu power tends to corrupt atau kekuasan itu cenderung dikorupsi, dan MK pernah mengalami itu. Pak Patrialis Akbar yang terbaru dan Pak Akil Mochtar bagaimana MK bermain di Pilkada apalagi di Pilpres akan sangat mudah tergoda.
MK akan selalu digoda dengan itu, termasuk apa yang terjadi terhadap Pak Anwar Usman. Juga pemecatan hakim Aswanto digantikan Guntur Hamzah tanpa alasan yang jelas, itu mengindikasikan banyak hal.
Sayangnya Pak Presiden sudah mematikan KPK sehingga pemantauan hilang siapa yang bisa menjamin hakim MK kebal godaan Rp3 miliar, apakah kebal Rp6 miliar atau Rp9 miliar.
Yang memilih mereka tiga dari presiden, tiga dari DPR dan tiga dari Mahkamah Agung semuanya bekepentingan politik. Selalu ada harga dan bukan tidak mungkin kerja besar seperti ini yang ujungnya ada di MK. Godaanya pasti besar.
Orang berpendapat MK boleh menjatuhkan putusan di luar apa yang diminta atau ultra petita bagaimana penjelasannya?
Kasus Mas Gibran itu kan ultra petita yang tantandangan elected official, MK nambahin itu pernah dan sedang. Sebab kalau dikabulkan banya pernah Mas Gibran pun tidak bisa. Beliau belum sampai 2 tahun periode jabatan. Itu setidak-tidaknya 2,5 tahun.
Jadi ditambahkan oleh MK sedang menjabat sehingga dia bisa maju. Itu ultra petita lebih dari apa yang diminta. Artinya sudah diperkenankan MK.
Apakah dalam persidangan sengketa pemilu boleh saja ultra petita, ya boleh saja walaupun ini akan diperdebatkan.
Putusan MK no 90 tahun 2023 terkait pencalonan Gibran apakah itu nanti bisa dipakai dalam dalil putusan MK?
Putusan MK No 90 itu kan memang masih menyisakan banyak kontroversi. Kalau dijadika alat bukti maka dalam PHPU ini bisa karena komposisi empat hakim tidak boleh atau ada alternatif selain 40 tahun. Tiga hakim memperbolehkan semua elected official menjadi calon presiden. Dua halim bilang hanya gubernur.
Jadi ini kan tidak ada angka mayoritasnya. Putusan itu tidak boleh diperuntukkan oleh siapapun termasuk mas Gibran. Kalau dibedah itu kita bisa membuktikan ihwal kecurangan ini bukan tidak mungkin berasal dari meja MK.
Untuk dipakai mendiskualifikasi bisa tergantung sejauh mana niat hakim membongkar praktik yang terjadi.
Diskualifikasi pernah juga terjadi di Pilkada berarti tidak menutup kemungkinan?
Ya memungkinkan bahkan ada yang mempertanyakan apakah boleh Gibran didiskualifikasi tetapi memperbolehkan kemenangan Pak Prabowo. Kalau kita pakai pasal 6A ayat 1 undang-undang dasar tidak bisa, diskualifikasi harus kedua pasangan.
Sebab menurut UUD presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan calon, nggak tahu juga tidak 52 persen itu suara Pak Prabowo atau Mas Gibran. Walaupun kita tahu ada keterlibatan ayahnya tetapi tidak bisa digeneralisir begitu saja.
Banyak orang berpandangan film Dirty Vote di mana Anda banyak terlibat tidak memberikan pengaruh pada pemungutan suara 14 Februari. Menurut Anda mengapa?
Kalau orang yang melihat film itu bertujuan mengubah pilihan sepertinya dia salah melihat. Karena film itu tidak ditujukan mengubah pilihan.
Ada dua hal penting yang dijelaskan di film pertama akan terjadi satu putaran dengan kecurangan. Jadi film itu hendak untuk membuktikan bahwa akan terjadi satu putaran dengan penuh kecurangan dengan angka di atas 50 persen. Dan itu terjadi.
Jadi tidak hendak mengubah karena mustahil wong angkanya sudah diatur siapa yang bisa mengubahnya. Kecurangannya bukan beralih pemilu untuk memilih calon lain tetapi bagaimana angka itu diformat.
Masa hendak mengubah pilihan dalam waktu dua tiga hari menjelang pencoblosan. Tidak mungkin. Tapi kami hendak menghukum pelaku kecurangan bahwa kami tahu loh apa yang Anda lakukan.
Banyak orang bertanya Anda begitu berani, getol, masif bersuara soal kecurangan pemilu?
Badan saya gede, banyak ketakutan saya. Tapi kita mestinya lebih takut dengan demokrasi yang rusak dan pincang. Saya berpikir anak saya akan bisa apa kalau demokrasinya rusak.
Anak saya bisa berprestasi seperti apa. Apakah anak saya bisa diberikan kesempatan yang sama untuk jadi calon wakil presiden kalau bapaknya bukan presiden.
Ini bukan sekadar urusan presiden dan anaknya, ini juga urusan saya dan anak saya. Beri kami pertarungan demokrasi yang fair agar anak saya bisa menikmati demokrasi yang sama di usia besar.
Saya hanya terbayang anak-anak miskin yang berasal dari keluarga di kampung bisa berjuang dalam demokrasi yang sama kalau pertarungannya tidak fair.
Ini sepertinya bukan soal berani atau takut. Ini soal kita mau berpihak kepada yang mana kalau saya belajar konstitusi ceritanya berbeda dengan apa yang terjadi.
Jadi lebih kepada terpaksa saja karena kalau lawan orang-orangnya Pak Jokowi di sekelilingnya saya juga takut. Sampai hari ini saya tidak dapat mendefinisikan berani atau tidak.
Kesaksian Romo Magnis Suseno dikecam oleh banyak orang karena dianggap mencaci presiden RI sebagai pencuri tanpa dasar, Anda melihatnya bagaimana?
Ada terminologi yang menarik dari pandangan Romo Magnis, terhadap orang sombong maka bersombong lah karena obat bagi mereka adalah kesombongan yang disampaikan dengan cara sombong.
Romo Magnis bukan orang baru kiblat etik di republik ini. Dia tidak hanya berbicara tapi dia melihat dan mencontohnya. Apa yang disampaikan menurut saya sangat tepat menggambarkan kepongahan seseorang dan harus diruntuhkan dengan tajamnya perkataan.
Menurut saya Romo Magnis tepat menggambarkan soal gentong babi itu, ini uang rakyat dipergunakan untuk rakyat dan yang dipuji harus Jokowi itu bagaimana ceritanya.
Saya kalau bertemu Romo malah akan bilang bahwa Romo terlalu santun seharusnya lebih dari itu. Karena hanya orang yang punya dedikasi seperti Romo Magnis bagaiman perilaku dan tindakan bertemu yang bisa berpengaruh kepada banyak orang.
Menurut prediksi Anda setelah putusan MK, bagaimana peta politik di republik ini apapun hasil putusannya?
Yang pertama boomerang bagi keluarga Jokowi. Sebagaimana terjadi pada Bongbong di Filipina. Tidak ada kejahatan yang saling mendukung dari dua kubu itu akan abadi. Itu akan segera pecah.
Bagi saya ini kerugian besar bukan hanya bagi Jokowi tapi juga demokrasi. Kedua saya akan melihat upaya membangun keberlanjutan kecurangan ini dalam berbagai hal baik dari program pemerintahan baik dari kabinet dan permainan lainnya.
Ketiga yang saya harapkan jauh lebih baik adalah kesadaran Pak Prabowo Subianto dia adalah alat politik kepentingan Jokowi. Dia sedang memanfaatkan Pak Prabowo dari titik awal untuk melanggengkan kepentingannya.
Kalau Pak Prabowo sadar usianya mungkin sudah uzur ini adalah kesempatan terakhir untuk mengabdi kepada bangsa. Pak Prabowo harus mengembalikan harus mengambailkan hal yang penting di republik ini walaupun dia punya pengalaman kelam di masa lalu. (Tribun Network/Reynas Abdila)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.