Pilpres 2024
'Bukan Koalisi Gemuk tapi Koalisi Gemoy'
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Maruf Amin akan menyerahkan tongkat estafetnya untuk lima tahun mendatang.
“Harus, rekonsiliasi itu penting karena untuk menjadi negara maju perlu persatuan nasional sehingga kami mendukung adanya rekonsiliasi nasional,” kata Budi.
Dalam pandangannya, rekonsiliasi bakal memungkinkan pelaksanaan program-program besar dari pemerintahan Prabowo-Gibran dengan dukungan dari berbagai pihak.
Meskipun beberapa pihak menyebut kemungkinan terbentuknya koalisi besar, Budi lebih memilih istilah koalisi gemoy.
Arti gemoy yang melekat terhadap Prabowo lebih cocok dengan situasi yang akan dihadapi.
“Koalisi enggak gemuk enggak kurus, tetapi koalisi gemoy. Kamu terjemahin deh sesuai dengan namanya. Dikutip saja, koalisinya bukan gemuk atau kurus, tapi koalisi gemoy,” ujarnya.
Namun demikian, Budi menyebut koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran masih relatif lama karena masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin belum habis.
“Tunggu saja, sabar saja ini kan Kabinet Indonesia Maju Pak Jokowi-Ma’ruf Amin kan masih 7 bulan lagi. Masih banyak yang bisa dilakukan,” ucapnya.
Komposisi Proposional
Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai komposisi kabinet Prabowo-Gibran yang kemungkinan dilantik 20 Oktober akan lebih baik 50:50.
Itu artinya 50 persen dari parpol dan 50 persen dari teknokrat sehingga ada kesinambungan dalam membuat kebijakan.
Menurut Ujang, koalisi gemuk Prabowo-Gibran bukan persoalan sebab hak prerogatif di tangan Presiden Republik Indonesia.
“Atau koalisi yang besar ini bisa juga agar kabinet dibentuk dengan komposisi 60 persen parpol dan 40 persen profesional,” tuturnya.
Dia menturukan bahwa kelak kabinet Pemerintahan akan ideal menunjuk orang teknokrat di posisi strategis seperti Menteri Keuangan.
Menurutnya, bendahara negara berlatar belakang profesional atau ahli dalam bidang itu memperkecil kemungkinkan konflik kepentingan.
“Memang idealnya harus dari teknokrat karena bertugas sebagai pengelola keuangan negara. Menteri dari parpol memiliki risiko lebih besar sebab ada konflik kepentingan di belakannya,” kata Ujang.
Ujang menilai sudah bukan rahasia umum lagi seorang kader partai yang diberi mandat sebagai menteri strategis kemudian justru menjadi sumber pencarian uang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.