Pilpres 2024
Respons Jokowi dan Ma'ruf Amin soal Dugaan Sumber Dana Ilegal untuk Kampanye Pemilu 2024
Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin mengomentari temuan PPATK soal laporan dana mencurigakan untuk Pemilu 2024.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengomentari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal laporan dana mencurigakan untuk kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
PPATK menemukan adanya indikasi dana kampanye Pemilu 2024 yang berasal dari sumber ilegal.
Sumber tersebut di antaranya dari hasil kejahatan lingkungan, khususnya illegal mining atau pertambangan ilegal.
Menurut Presiden Jokowi, temuan tersebut tinggal dilihat apakah sumbernya ilegal atau tidak.
Baca juga: Reaksi Kubu Anies, Ganjar hingga Prabowo soal Temuan PPATK tentang Transaksi Janggal Dana Kampanye
"Ya, semua yang ilegal dilihat saja," kata Jokowi usai meresmikan Jembatan Otista di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/12/2023).
Lebih lanjut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut, apabila ada sumber dana ilegal yang digunakan untuk Pemilu 2024 atau tidak sesuai dengan aturan main pasti akan diproses.
"Sesuai dengan aturan, ya, pasti ada proses hukum," jelas Jokowi.
Sementara itu, Wapres Ma'ruf Amin mendorong agar transaksi mencurigakan terkait Pemilu 2024 yang menjadi polemik di masyarakat diusut tuntas.
Menurutnya, kecurigaan tersebut perlu dicari tahu kebenarannya.
Hal itu disampaikan Ma'ruf selepas menghadiri Peringatan Hari Pekerja Migran Internasional (HPMI) Tahun 2023 di Tennis Indoor Senayan Jakarta, Senin (18/12/2023).
"Mengenai transaksi mencurigakan, saya kira kalau mencurigakan, ya, dibuat terang saja."
"Artinya dibikin terang saja, sebenarnya ada apa enggak. Kalau ada yang mencurigakan diusut saja secara tuntas seperti apa," jelasnya.
Menurut Ma'ruf Amin, apabila nanti ada pelanggaran pemilu terkait hal tersebut, maka perlu ada tindakan.
Hal tersebut, sambungnya, perlu dilakukan untuk menghentikan kecurigaan-kecurigaan berkepanjangan.
"Kalau melanggar, ya, tentu ditindak. Supaya juga memang klarifikasi jangan sampai menimbulkan kecurigaan-kecurigaan yang berkepanjangan," tuturnya.

Rapat antara KPU dengan PPATK
Sementara itu, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut akan mengadakan rapat dengan PPATK untuk membahas masalah ini.
Anggota KPU, Idham Holik, menjelaskan data yang diterima KPU terkait PPATK masih bersifat umum dan tidak rinci.
KPU hendak memastikan apakah transaksi keuangan itu menggunakan rekening khusus dana kampanye (RKDK) atau tidak.
"Dalam rapat koordinasi yang akan segera dilaksanakan untuk memastikan apakah transaksi keuangan yang menjadi temuan atas pemantauan transaksi keuangan PPATK tersebut terjadi menggunakan RKDK atau bukan," kata Idham Holik saat dikonfirmasi, Selasa.
Idham menerangkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, KPU hanya menangani rekening khusus dana kampanye (RKDK), laporan awal dana kampanye (LADK), laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK), dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana dampanye (LPPDK).
KPU tidak menangani rekening partai politik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang kemudian diperbaharui menjadi UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
"KPU juga belum mendapatkan penjelasan dari PPATK atas frasa 'rekening bendahara parpol', apakah frasa tersebut merupakan terkategori sebagai RKDK dan SDB atau bukan," jelas Idham.
Idham juga mengatakan pihaknya belum mendapatkan penjelasan dari PPATK apakah safe deposit book (SDB) adalah bagian dari sumbangan dana kampanye yang diberikan penyumbang kepada peserta pemilu atau bukan.
Sebagai informasi, KPU menerima surat dari PPATK soal data dana tersebut pada 12 Desember lalu.
Melalui surat tersebut, PPTAK menjelaskan ada rekening bendahara parpol pada periode April-Oktober 2023 di mana terjadi transaksi uang, baik masuk ataupun keluar, dalam jumlah ratusan miliar rupiah.
PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia.

Bawaslu Terus Mengawal
Kemudian, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengatakan pihaknya menerima laporan dari PPATK dalam bentuk data intelijen keuangan.
"Kami menerima laporan PPATK dan bentuknya adalah data intelejen keuangan," kata Bagja, saat ditemui di Jakarta Pusat, Senin.
Bagja menuturkan, temuan ini masih terus dikaji Bawaslu. Jika muncul dugaan pelanggaran, pihaknya akan menyampaikan kepada polisi dan jaksa.
"Jika ada dugaan pelanggaran terkait hal tersebut, maka akan kami sampaikan kepada pihak terkait khususnya polisi dan jaksa."
"Karena berkaitan dengan tindak pidana pemilu. Kami akan sampaikan kepada Sentra Gakkum dulu. Nah ini masih dalam pengkajian kami," ungkapnya.
Oleh karena itu, Bagja menyampaikan, data yang terima pihaknya bukan data yang dapat diakses publik.
"Kami juga harus membatasi, karena datanya data intelejen keuangan, bukan data yang bisa diakses oleh publik," ungkap Bagja.
(Tribunnews.com/Deni/Taufik Ismail/Gita Irawan/Mario Christian Sumampow/Ibriza Fasti Ifhami)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.