Pilpres 2024
Kuasa Hukum Denny Indrayana Sebut Gugatan Tak Targetkan Pembatalan Gibran Cawapres
Kuasa Hukum Denny Indrayana mengungkap pihaknya tidak menargetkan pembatalan Gibran Rakabuming sebagai cawapres dalam pengajuan gugatan.
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, Muhammad Raziv Barokah mengungkapkan, pihaknya tidak menargetkan pembatalan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres dalam pengajuan gugatan 145/PUU-XXI/2023.
Adapun gugatan itu berupa permohonan uji formil Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres.
Perkara dimohonkan Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.
"Sebetulnya target kami, yang jadi tujuan kami itu bukanlah membatalkan seseorang sebetulnya. Bukan membatalkan Gibran atau siapapun itu. Target kami adalah bagaimana Pemilu itu berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip jujur dan adil," kata Raziv usai menghadiri sidang pendahuluan di gedung MK RI, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2023).
Menurutnya, jika Putusan 90/PUU-XXI/2023 telah terbukti dirumuskan dengan adanya konflik kepentingan Anwar Usman, maka harus diperbaiki.
Baca juga: Kuasa Hukum Denny Indrayana Sebut Tak Boleh Ada yang Diuntungkan dari Putusan MK Nomor 90
Sehingga, lanjutnya, agar semua pihak tak menormalisasi sebuah pelanggaran.
"Artinya apabila ada sebuah kesalahan, ya harus diperbaiki. Harus diberikan kedudukan hukum yang sah, begitu ya. Agar kita tidak terbiasa menormalisasi sebuah pelanggaran," ucap Raziv.
Sementara itu, Raziv kemudian menanggapi Permohonan Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 soal uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang telah dimaknai Putusan 90/PUU-XXI, yang bakal diputus MK, pada Rabu (29/11/2023) besok.
Raziv tak mengomentari hal tersebut berdasarkan substansinya. Ia justru menyoroti semangat dari Pemohon 141/PUU-XXI/2023, yakni Brahma Aryana.
Baca juga: Hari Ini MK Gelar Sidang Perdana Uji Ulang Batas Usia Capres-Cawapres Dimohonkan Denny Indrayana dkk
"Perkara 141 tentu saya tidak mau mengomentari substansinya begitu ya. Tapi semangatnya itu kita tangkap. Semangatnya dari Perkara 141 adalah mereka ingin mendapat sebuah kejelasan dan kepastian hukum," ungkapnya.
Sebab, menurut Raziv, putusan 90/PUU-XXI/2023 masih sangat umum, di mana mengenyampingkan usia dengan alasan sudah berpengalaman dalam Pemilu atau Pilkada.
"141 meminta itu dijelaskan secara lebih detail, ditafsirkan lebih detail oleh Mahkamah, posisi apa yang pengalamannya relevan untuk menjabat jabatan presiden dan wakil presiden. Tapi, ya tentu semangat (141) itu yang kita tangkap. Tapi kalau dikatakan ini untuk murni membatalkan Gibran, kami sebetulnya tidak ke arah sana, kami ingin mendudukan ini sebagai masalah konstitusi yang harus kita perbaiki," katanya.
Sebelumnya Raziv Barokah, mengatakan Putusan MK 90/2023 seharusnya tak memenuhi syarat formil pembentukan UU.
Alasannya, kata Raziv, proses perumusan Putusan 90/2023 turut melibatkan Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo sekaligus paman Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
Dalam permohonannya, nama Gibran juga dicantumkan sebagai alasan mengapa Pasal 169 huruf q UU Pemilu itu digugat.
Hasil gugatan tercantum dalam Putusan 90/2023, yang diuji formil para Pemohon.
"Bahwa Pasal 169 huruf q UU pemilu sebagaimana dimaknai dalam putusan 90 turut serta dihadiri Yang Mulia Anwar Usman yang saat itu posisinya adalah paman dari pada Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo," kata Raziv dalam sidang pendahuluan di gedung MK RI, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2023).
"Seharusnya Yang Mulia Anwar Usman mengundurkan diri dalam perkara tersebut. Dengan demikian, ketika Yang Mulia Anwar Usman terlibat dalam putusan 90, jelas-jelas hal itu menjadikan putusan a quo tidak memenuhi syarat formiil dan menjadi tidak sah," sambungnya.
Raziv menilai, jika Anwar Usman tak menangani Perkara 90/2023 beberapa waktu lalu, hasil rapat permusyawaratan hakim (RPH) saat itu tentu akan imbang, yakni empat hakim menyetujui penambahan frasa Pasal 169 huruf q UU Pemilu dan empat hakim berbeda pendapat.
Sebab, Raziv menjelaskan, jika situasi RPH imbang, di mana empat hakim setuju dan empat hakim berbeda suara, keputusan akan ditentukan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Jika hal tersebut terjadi, katanya, tentu hasil putusan 90/2023 tidak akan menuai kontroversi publik seperti saat ini.
"Apabila saat itu hakim yang bersangkutan (Anwar) taat etik dan taat hukum, maka putusan 90 tidak akan sebagaimana yang kita terima saat ini dan menuai berbagai respon yang sangat dinamis dari publik," jelas Raziv.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.