Pilpres 2024
Hasil Survei Terbaru Indikator Ungkap Dampak Isu Politik Dinasti Terhadap Dukungan Capres-Cawapres
Survei Indikator Politik Indonesia terbaru mengungkap dampak isu politik dinasti terhadap dukungan calon presiden dan wakil presiden.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Temuan survei tatap muka nasional lembaga survei Indikator Politik Indonesia terbaru mengungkap dampak isu politik dinasti terhadap dukungan calon presiden dan wakil presiden.
Pendiri Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi membandingkan dua survei terakhir yang dilakukan pihaknya yakni pada 16 sampai 20 Oktober 2023 dan 27 Oktober sampaib1 November 2023.
Pertanyaan yang diajukan dalam survei adalah "Secara umum bagakmana Ibu/Bapak menilai Politik Dinasti di Indonesia, apakah sangat mengkhawatirkan, cukup mengkhawatirkan, biasa saja, tidak begitu mengkhawatirkan, atau tidak mengkhawatirkan sama sekali?".
Hasilnya, kata Burhanuddin, responden cenderung permisif dan toleran terhadap politik dinasti.
Baca juga: Menantu Gus Mus : Kedatangan Para Tokoh Nasional hanya Sowan, Tidak Terkait Pilpres maupun Pemilu
Sebagaian besar responden yakni 42,9 persen pada survei 27 Oktober sampai 1 November 2023 mengatakan biasa saja.
Angka tersebut tercatat meningkat dari survei yang dilakukan pada 16 sampaib20 Oktober 2023 lalu yakni 33,7%.
"Artinya cenderung permisif, toleran sama politik dinasti," kata Burhanuddin di kanal Youtube Indikator Politik Indonesia pada Minggu (12/11/2023).
Mereka yang mengatakan politik dinasti mengkhawatirkan atau sangat mengkhawatirkan, kata Burhanuddin, trennya cenderung menurun.
Baca juga: Pilpres 2024 Berpotensi Satu Putaran, Suara Prabowo-Gibran Melejit, Begini Hitungan-hitungannya
Ia mengaku kaget karena menurutnya isu tersebut cukup menarik perhatian.
Akan tetapi, kata dia, ternyata masyarakat Indonesia tidak terlalu memusingkan hal tersebut.
"Meskipun yang mengatakan sangat atau cukup mengkhawatirkan masih lumayan. Total ada 29%. Tetapi trennya turun dibanding pasca MK mengambil keputusan (16 sampai 20 Oktober 2023 sebanyak 33,3%)," kata dia.
Pada survei terbaru, kata dia, sebanyak 52,6% responden menilai politik dinasti tidak menjadi persoalan selama masih melalui proses pemilu secara langsung oleh rakyat.
Sedanhkan responden yang menganggap persoalan meski dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu, politil dinasti akan menghambat demokrasi di Indonesia mencapai 36,3%.
Lebih jauh, kata dia, survei menunjukkan sebanyak 35,4% responden yang menganggap politik dinasti mengkhawatirkan cenderung memilih pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Sedangkan sebanyak 43,2% responden menganggap politik dinasti biasa saja dan 57,5% responden yang menilai politik dinasti tidak mengkhawatirkan cenderung memilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Mas Ganjar sama Pak Mahfud itu kayak terjepit di antara dua narasi besar. Jadi narasi ini, itu jadi concern utama tim Mas Ganjar, tapi secara elektoral yang mengambil keuntungan malah Mas Anies kalau misalnya semakin banyak warga yang menganggap politik dinasti mengkhawatirkan," kata dia.
Selain itu, kata dia, mereka yang menganggap bahwa politik dinasti menghambat demokrasi cenderung memilih Anies.
Sebaliknya, lanjut dia, mereka yang menganggap politik dinasti tidak menjadi persoalan cenderung memilih Pak Prabowo dan dalam keadaan tertentu, memilih juga Mas Ganjar.
Survei, kata dia, juga memotret tingkat awareness responden terhadap putusan MK dan apa dampaknya terutama buat mereka yang tahu dan setuju terkait putusan MK tersebut.
Menurutnya, ada kenaikan dibandingkan 16 sampai 20 Oktober 2023.
Awalnya, kata dia, 44,9% responden yang tahu soal putusan MK yang memberikan karpet merah buat Gibran.
Sedangkan pada survei terakhir, kata dia, angkanya naik menjadi 52,2%.
Survei, kata dia, juga mendalami sikap dari mereka yang mengetahui putusan tersebut.
"Ini menarik. Kalau kita membayangkan, orang yang tahu kan seolah-olah tidak setuju. Ternyata nggak. Mereka yang tahu, kebanyakan setuju saja," kata dia.
Namun demikian, kata dia, mereka yang setuju pada umumnya tingkat pendidikannya tidak sebaik yang tidak setuju.
Akan tetapi, lanjut dia, masyarakat yang berpendidikan baik saat ini cuma 14% dan sebagian besar pendidikannya merupakan lulusan SMA ke bawah.
Selain itu, kata dia, survei juga memotret terkait dukungan terhadap tiga pasangan capres-cawapres menurut awareness dan dukungan terhadap putusan MK.
"Ini polanya sama kayak tadi ya. Kalau setuju cenderung memilih Pak Prabowo (51,2%), kalau tidak setuju cenderung memilih Mas Anies (35,0%), dan Ganjar (37,4%)," kata dia.
Metodologi Penelitian
Populasi survei yang dilakukan pada 27 Oktober sampai 1 Novermber 2023 tersebut adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling.
Jumlah sampel dalam survei sebanyak 1.220 orang.
Sampel berasal dari seluruh Provinsi yang terdistribusi secara proporsional.
Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.220 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.
Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check).
Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.
Respons NasDem
Anggota DPR RI Fraksi Nasdem Saan Mustopa memandang temuan survei tersebut harus menjadi catatan kelompok yang perhatian pada demokrasi.
Menurutnya, hal tersebut karena survei menunjukkan apa yang ramai dibincangkan di tingkat permukaan ternyata tidak berbanding lurus denhan respons masyarakat kebanyakan.
"Ini juga tentu buat semua pihak yang concern misalnya terhadap demokrasi, politik dinasti dari sisi negatif dan sebagainya, tentu ini juga harus menjadi catatan bahwa apa yang ramai di tingkat permukaan tidak berbanding lurus dengan respons masyarakat kebanyakan," kata dia.
Selain itu, ia memandang hal tersebut menjadi tantangan, karena ada semacam aliran (wacana) yang terhambat di level kritis dengan di level masyarakat kebanyakan.
Dengan demikian, kata dia, hal tersebut menjadi tantangan khususnya mereka yang menaruh perhatian pada demokrasi.
"Walaupun dalam demokrasi semua orang punya hak untuk memilih dan dipilih. Termasuk misalnya Mas Gibran dan juga termasuk juga Putra Pak Jokowi, tentunya sebagai orang tua tentu juga ingin anaknya juga diberikan hak untuk memilih dan dipilih," kata dia.
"Tapi dalam catatan-catatan tertentu, tentu efek-efek negatifnya itu juga menjadi diskusi yang menarik buat kita. Tapi sekali lagi itu tidak berimbas ke masyarakat. Ini menjadi catatan buat semua di kelompok kritis yang selama ini mempersoalkan terkait putusan MK maupun politik dinasti," sambung dia
PDIP Ragukan Survei
Anggota DPR RI Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu meragukan hasil survei tersebut.
Keraguan tersebut diungkapkan Masinton karena menurutnya survei tersebut tidak dapat memotret secara utuh.
Dalam hal ini ia menyoroti gejolak di internal Prabowo berdasarkan salah satu media massa yang mengungkapkan adanya kekhawatiran jika dukungan terhadap Prabowo dari masyarakat akan turun jika dipasangkan dengan Gibran setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang membuat Gibran bisa mengikuti kontestasi Pilpres sebhai cawapres Prabowo.
"Karena kalau kita lihat pasca putusan MK itu ada terjadi penurunan. Kemudian deklarasi Pak Prabowo berpasangan dengan Putra Presiden juga diundur, sampai melakulan konsultasi-konsultasi sehingga semua bisa berterima baru kemudian dideclare," kata dia.
Ia pun meragukan survei tersebut mampu memotret suasana kebatinan masyarakat yang sesungguhnya pada saat mereka tahu bahwa Ketua MK adalah paman dari salah satu kandidat calon wakil presiden.
Menurutnya, hal tersebut juga punya dampak.
"Apalagi setelah putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang sudah memutuskan Ketua MK melanggar Kode Etik Berat. Tentu ini juga akan mempengaruhi persepsi-persepsi publik," kata dia.
"Karena kalau saya turun ke bawah, masyarakat yang saya temui itu bukan hanya pemilih PDIP. Tapi ada dari pemilih ketika 2019 lalu Pak Jokowi, dan itu pun kaget, kok gini? Apakah hal-hal begini itu tidak terpotret secara umum? Tapi ya tentu dengan responden 1.220 belum bisa memotret itu secara utuh," sambung dia.
Tapi yang saya tangkap dari suasana kebatinan masyarakat ada hal yang terluka dari masyarakat itu tentang putusan MK itu. Terlepas tadi sudah disampaikan beberapa surveinya.
Masinton mengatakan baginya, saat ini situasi politik masih sangat dinamis.
Selain itu, kata dia, dari beberapa survei dilakukan internalnya menunjukkan tren dukungan terhadap Ganjar justru mengalami peningkatan.
Ia mengaku yakin jika pemilu berlangsung secara jujur dan dikawal bersama-sama maka Ganjar dan Mahfud bisa unggul dalam satu putaran.
"Jadi kami sangat optimis karena kerja-kerja politik kami adalah mengajak masyarakat untuk memenangkan Pak Ganjar dan Pak Mahfud itu untuk satu putaran. Tentu ini harus kita kawal semua ini proses politik Pemilu 2024 ini agae bisa melahirkan kepemimpinan yang legitimate," kata dia.
"Tentu harus dengan pemilu yang bisa terselenggara dengan jujur, adil, dan hasilnya bisa terpercaya. Tentu kerja-kerja kami, dari PDIP fokus untuk memenangkan Pak Ganjar dan Prof Mahfud dan juga dengan elemen-elemen partai lainnya maupun relawan dan elemen organisasi-organisasi lainnya," sambung dia.
PSI: Pemilih Semakin Cerdas
Wakil Ketua Dewan Pembina PSSI Grace Natalie survei tersebut dan meyakini survei tersebut mampu merepresentasikan populasi apabila dilakukan dengan metodologi yang benar meskipun sampel respondennya hanya 1.220 orang.
Grace mengatakan survei tersebut justru menunjukkan pemilih semakin cerdas dan mampu melihat bahwa saat ini para pihak sedang ada di dalam kontestasi atau perlombaan.
Dengan demikian, kata dia, manuver dari semua peserta harus dibaca sebagai upaya untuk memenangkan perlombaan.
"Jadi ternyata isu-isu yang kerap dimainkan oleh kubu tertentu terkait dengan isu dinasti, isu mengubah memainkan undang-undang, sampai isu pengkhianatan itu sudah bisa dibaca oleh pemilih, masyarakat, bahwa ini adalah bagian dari upaya para kontestan untuk memenangkan pertandingan," kata dia.
Menurutnya, isu dinasti politik maupun isu pengkhianatan justru tidak membawa hasil yang diinginkan oleh pihak-pihak yang melemparkan isu.
Para pihak tersebut, menurutnya gagal menggiring opini publik sehingga kepercayaan publik pada pasangan Prabowo-Gibran turun.
"Bahkan bisa dikatakan malah backfire, menembah kaki sendiri. Justru pihak-pihak yang melemparkan isu, sehari-hari ini kalau dipotret dengan survei malah mengalami penurunan dukungan," kata dia.
"Dan yang menikmati kenaikan justru pasangan Mas Anies dan Cak Imin yang duduk tenang-tenang melihat drama sinetron ini bermain," sambung dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.