Minggu, 5 Oktober 2025

Pilpres 2024

Gugatan atas Putusan MK Jadi Upaya Degradasi Prabowo-Gibran, TKN: Apa Takut Kehilangan Kekuasaan?

Habiburokhman menilai, saat ini ada pihak yang merasa ketakutan, sehingga ada gerakan dilakukan dengan tujuan menggagalkan Prabowo-Gibran

Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Wakil Komandan Tim Echo (Hukum dan Advokasi) Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman saat ditemui awak media di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (9/11/2023) 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Komandan Tim Echo (Hukum dan Advokasi) Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman menilai adanya upaya mendegradasikam pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

Upaya itu terlihat kata Habiburokhman denga adanya gugatan nomor 141/PUU-XXI/2023 terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman menjabat kepala daerah.

Habiburokhman menilai, saat ini ada pihak yang merasa ketakutan, sehingga upaya atau gerakan-gerakan tersebut dilakukan dengan tujuan menggagalkan Prabowo-Gibran.

"Apakah takut kalah, apakah karena takut kehilangan kekuasaan apakah takut tidak berkuasa lagi, wallahualam bishoab, yang tau Allah dan rakyat yang bisa menilai," kata Habiburokhman kepada awak media saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Pernyataan itu didasari Habiburokhman karena menurut dia, jika sejatinya yang dipersoalkan hanya soal etik dari hakim konstitusi saat menjatuhkan putusan gugatan itu, harusnya permasalahan itu sudah selesai.

Sebab, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi etik berat kepada Ketua MK Anwar Usman dengan mencopot jabatannya.

Baca juga: Barisan Pengusaha Pejuang Pimpinan Bobby Nasution Deklarasikan Dukung Prabowo Subianto dan Gibran

"Jadi indikasinya adalah kalau pihak-pihak tersebut mempersoalkan penegakan etika yakan, maka seharusnya selesai setelah adanya putusan MKMK. Menurut saya pak Anwar Usman jadinya dikorbankan kan," kata dia.

Akan tetapi, pihaknya melihat, justru putusan MKMK itu dijadikan suatu celah untuk kembali melayangkan gugatan yang serupa.

Alhasil, dirinya berpandangan kalau upaya gugatan yang ada saat ini yakni dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 tersebut ada kaitannya dengan politik.

"Kalau orientasinya lain maka dia menjadikan putusan tersebut sebagai alasan untuk mencari celah pembatalan putusan MK nomor 90 dan kalau sudah kesitu pasti sudah bukan penegakan etika lagi, pasti motif politik," tukas Habiburokhman.

Hanya saja, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI itu tidak membeberkan secara detail siapa pihak yang ketakutan dimaksud.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi RI (MK) tengah memposes gugatan atas hasil putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman menjabat kepala daerah.

Gugatan tersebut teregister dengan nomor 141/PUU-XXI/2023.

Menyikapi adanya gugatan tersebut, kubu bakal capres-cawapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) menilai, bahwasanya apa yang terjadi saat ini terkait gugatan tersebut adalah sudah bergeser objektivitasnya.

Dirinya menilai, gugatan itu menjadi upaya untuk mendegradasikan atau menggagalkan majunya pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

"Iya. Kita melihat mengindikasikan ada upaya ke arah sana di mana objektivitasnya sudah bergeser, objek saya bergeser ke yang tadi yakni pendegradasian," kata Ketua Bappilu Partai Golkar Maman Abdurahman, saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Bahkan kata Maman, atas gugatan itu, dirinya menduga adanya upaya pengambilalihan hak masyarakat dalam pemilu.

Dalam hal ini, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI itu menegaskan, hak rakyat untuk memilih seakan pengin diambil dengan cara mendegradasikan suatu pasangan calon.

"Bahkan lebih jauh lagi sesuatu yang menjadi hak rakyat untuk menilai Pak Prabowo dan Mas Gibran layak atau tidak kok diambil alih sih," kata dia.

Menurut Maman, saat ini proses pemilu sudah berjalan, maka seharusnya putusan gugatan yang sudah diajukan MK itu menjadi suatu patokan untuk menjalankan pemilu mendatang.

Perihal dengan layak atau tidak layaknya kontestan yang akan maju sebagai pemimpin mendatang itu mutlak menjadi hak setiap masyarakat.

"Ya biarin aja rakyat yang menilai apa apa nanti Mas Anis dan Cak Imin baik, Apakah nanti mas Ganjar Pak Mahfud baik, Apakah Pak Prabowo dan Mas Gibran baik ya biarkan masyarakat yang menilai kenapa mesti digagal-gagalin sih," tukas dia. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved