Pilpres 2024
Menanti Putusan MKMK, Ini 5 Fakta Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman Cs Soal Aturan Capres-Cawapres
Ada 5 fakta yang terungkap dari hasil pemeriksaan MKMK atas dugaan pelanggaran hakim MK terkait putusan usia Capres Cawapres yang muluskan Gibran.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah fakta terungkap setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melakukan pemeriksaan terhadap 9 hakim konstitusi, saksi, dan barang bukti terkait dugaan pelanggaran hakim MK dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia capres dan cawapres.
Putusan MK yang meloloskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 diketahui memicu polemik.
Terlebih, Ketua MK yang ikut memutus gugatan soal batas usia Capres-Cawapres memiliki hubungan saudara dengan pihak berkepetingan, yakni Gibran Rakabuming.
Diketahui, Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau paman dari Gibran Rakabuming.
MKMK diketahui menerima 21 laporan dugaan pelanggaran etik hakim dalam putusan batas usia capres-cawapres.
Baca juga: Pakar Hukum: Putusan MKMK Harus Out Of The Box dan Menggunakan Hati Nurani
Dari 21 laporan yang diterima MKMK, Ketua MK Anwar Usman jadi pihak yang paling banyak dilaporkan.
Dari jumlah tersebut, ada 15 laporan yang dilayangkan terhadap Anwar Usman.
Kemudian hakim MK lainnya, Manahan MP Sitompul dan Guntur Hamzah masing-masing sebanyak 5 laporan.
Selanjutnya, hakim Saldi Isra dan Arief Hidayat masing-masing 4 laporan.
Baca juga: KPU Bakal Konsultasi ke Pihak Terkait Jika MKMK Batalkan Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres
Serta Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Foekh masing masih 3 laporan.
Lalu, hakim Suhartoyo dan Wahiduddin Adams masing masing hanya 1 laporan.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan pihaknya telah melakukan rapat internal bersama Anggota MKMK dan membuat kesimpulan terkait dugaan pelanggaran etik 9 hakim konstitusi.
Kesimpulan diambil MKMK setelah pihaknya memeriksa sejumlah orang termasuk barang bukti CCTV.
Baca juga: Anwar Usman Bantah Tidak Setujui Pembentukan MKMK Permanen
Kesimpulan tersebut, kata Jimly tinggal dirumuskan menjadi putusan MKMK.
"Tinggal dirumuskan menjadi putusan dengan pertimbangan yang mudah-mudahan bisa menjawab semua isu," kata Jimly di gedung MK, Jumat (3/11/2023) sore.
Jimly memastikan, putusan MKMK akan dibacakan, pada Selasa (7/10/2023) pukul 16.00 WIB, tepatnya setelah sidang pleno MK.
Lebih lanjut, menurutnya, putusan MKMK nanti kemungkinan akan cukup tebal.
Sebab, terdapat 21 laporan yang ditangani MKMK berkaitan dugaan pelanggaran etik ini.
"Semua laporan itu kan berisi tuduhan-tuduhan. Itu satu per satu mudah-mudahan nanti terjawab semua dengan bukti, kontra bukti," jelas Jimly.
"Ada yang menuduh gini, jawabannya begini, itu nanti dibahas dalam putusan," katanya.
Putusan MKMK sangat dinantikan, mengingat sangat publik ingin mengetahui apakah dugaan peleanggaran etik hakim MK bisa menganulir aturan capres-cawapres.
Jimly pun meminta semua pihak untuk bersabar terkait hasil putusan MKMK.
“Ya itulah salah satu yang ditunggu-tunggu, jangan dijawab sekarang, dijawabnya hari selasa,” ujar Jimly
Fakta-Fakta Dugaan Pelanggar Etik Hakim MK yang Mencuat
Selama proses pemeriksaan yang dilakukan MKMK, sederet fakta di balik putusan batas usia Capres-Cawapres pun terungkap.
Tribunnews.com, mencatat setidaknya ada 5 fakta dugaan pelanggaran etik hakim MK yang terungkap dari hasil pemeriksaan MKMK.
1. Anwar Usman Bersumpah Tepis Dugaan Kebohongan
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie sebelumnya mengungkap dugaan kebohongan yang dilakukan Ketua MK Anwar Usman.
Jelas Jimly, temuan tersebut terkait alasan Anwar tak ikut memutus tiga perkara usia batas capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.
"Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru," kata Jimly Asshiddiqie kepada awak media, Rabu (1/11/202).
"Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir (rapat permusyawaratan hakim) ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," sambungnya.
Hakim Konstitusi Arif Hidayat dalam dissenting opinionnya sebelumnya mengungkap bila Anwar Usman sempat tak hadir dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) putusan 3 perkara syarat usia capres cawapres.
Pada rapat yang digelar 19 September 2023, hanya 8 majelis hakim konstitusi yang mengikuti RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023.
Majelis hakim mendengar keterangan ahli serta pihak terkait untuk perkara ini.
RPH dipimpin Wakil Ketua MK dan Arief Hidayat. Dalam RPH itu mereka menanyakan mengapa Anwar Usman absen.
"Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata Arief Hidayat dalam dissenting-nya.
"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," tambah Arief.
Tanpa Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah). MK pun menolak ketiga gugatan itu.
Namun, dalam RPH berikutnya dalam perkara lain yang masih berkaitan syarat usia capres cawapres, menurut Arief, Anwar Usman menjelaskan ia tak ikut memutus perkara karena alasan kesehatan.
Dengan kehadiran Anwar dalam RPH kali ini sikap MK mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Menyikapi dugaan kebohongan tersebut, Anwar Usman pun bersumpah bila ketidakhadirannya saat itu karena dirinya sakit.
"Saya bersumpah, Demi Allah, saya bersumpah lagi, saya memang sakit," ucap Anwar Usman, Jumat (3/11/2023).
Anwar Usman menjelaskan, pada hari di mana delapan hakim konstitusi lainnya menggelar RPH untuk perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023, ia dalam kondisi sedang sakit.
Meski demikian, Anwar mengaku, tetap masuk kerja atau hadir langsung di gedung MK.
Selanjutnya, diakui Anwar, saat di kantor ia meminum obat hingga ketiduran diduga karena efek dari obat tersebut.
"Lho saya sakit, tetapi tetap masuk. Saya minum obat, saya ketiduran," tuturnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan, ketidakhadirannya di RPH bukan karena alasan ada konflik kepentingan, tapi jelas karena sakit.
"Enggak ada. Saya ini udah jadi hakim dari tahun 85 ya, Alhamdulillah. Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang menyebabkan saya berurusan seperti ini," ungkapnya.
2. Gugatan Tak Bertandatangan
Fakta selanjutnya soal dokumen gugatan batas usia Capres-cawapres yang diajukan Almas Tsaqibbiru.
Sempat mencuat, gugatan Almas Tsaqibbiru yang kemudian dikabulkan MK sempat disebut tidak dibubuhi tanda tangan penggugat.
Setelah melakukan pemeriksaan, terungkap bila dokumen gugatan sudah diperbaiki.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membenarkan bila dokumen gugatan awalnya tak dibubuhi tanda tangan Almas dan kuasa hukumnya itu dibenarkan Jimly.
Jimly juga melihat ada banyak masalah dari segi administrasi dalam pengajuan gugatan tersebut.
"Banyak yang beredar di medsos itu dokumen yang awal, memang belum ditandatangani. Ada banyak masalah lah dari segi administrasi," kata Jimly di kawasan Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/11/2023).
"Cuma kami sudah dapat klarifikasi khusus untuk itu, itu ada rapat klarifikasi. Seperti MKMK kan ada rapat klarifikasi dalam sidang pendahuluan, itu sudah diperbaiki," ujar Jimly.
3. Anwar Usman Disebut Hambat Pembentukan MKMK
Selanjutnya juga ada tuduhan bila Anwar Usman disebut menghambat pembentukan MKMK secara permanen.
Namun, hal itu dibantan eks Hakim Konstitusi Aswanto.
Aswanto mengatakan bila seluruh hakim konstitusi saat itu menyetujui pembentukan MKMK termasuk Anwar Usman.
Aswanto menjelaskan, para hakim konstitusi saat itu sudah berkali-kali membahas konsep Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang MKMK.
Meski demikian, penetapan MKMK secara permanen tertunda, dikarenakan para hakim konstitusi harus menyelesaikan PMK tentang penanganan Pemilu serentak.
"Hanya karena harus menyelesaikan PMK tentang penanganan Pemilu serentak jadi penetapannya (MKMK) tertunda," kata Aswanto saat dihubungi, Jumat (3/11/2023).
"Tidak ada yang menolak MKMK permanen karena itu amanat Undang-Undang. Saya ingat waktu itu kita sudah membahas konsep PMK MKMK, tiba-tiba ada permohonan mengenai keanggotaan MKMK, mempersoalkan adanya perwakilan dari komisioner KY (Komisi Yudisial), dan permohonan itu dikabulkan MK, sehingga konsep PMK MKMK mengalami perubahan," sambungnya.
Ia kemudian menjelaskan, pembahasan PMK MKMK sempat kembali dilanjutkan setelah PMK Pemilu serentak selesai.
"Tapi karena PMK tentang penahanan Pemilu serentak sangat mendesak, sehingga kami dahulukan pembahasan PMK-nya akhirnya PMK MKMK tertunda pembahasannya, tetapi setelah konsep PMK Pemilu sudah rampung, kami membahas kembali MPK MKMK," jelasnya.
Lebih lanjut, Aswanto mengatakan, pembahasan pembentukan MKMK Permanen terdokumentasi dengan baik oleh kepaniteraan MK.
"Semua terdokumentasi dengan baik di bagian kepaniteraan," kata Aswanto.
"Itu yang terjadi ketika saya masih di sana, setelah itu saya tidak tahu perkembangannya," ungkapnya.
4. Hakim MK Diduga Lakukan Pembiaran
Selanjutnya, MKMK pun menemukan adanya pembiaran terhadapKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ikut dalam rapat permusyarawatan hakim (RPH) putusan 90/PUU-XXI/2023, meski memiliki konflik kepentingan.
"Ada pelapor yang lain yang mempersoalkannya, nah ini agak berbeda juga, pembiaran. Jadi 9 hakim atau 8 hakim kok membiarkan, ga mengingatkan? Padahal ini kan ada konflik kepentingan," ucap Jimly, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Hal ini terkait hubungan keluarga antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Di mana Pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
"Kok ada sidang (RPH) dihadiri oleh ketua yang punya hubungan kekeluargaan, kan itu kan semua orang tau bahwa ada hubungan kekeluargaan. Kok dibiarin, enggak diingatkan," kata Jimly.
"Sehinga sembilan (hakim) itu dituduh semua, melanggar semua karena membiarkan itu," ujarnya.
Karena itu, Jimly mengatakan, melalui persidangan yang telah dilakukan, MKMK telah mengonfirmasi hal tersebut kepada para hakim konstitusi terlapor.
"Makannya kita tanyain satu-satu. Ya masing-masing punya alasan," ujarnya.
Setelah mengonfirmasi hal tersebut kepada para hakim konstitusi terlapor, Jimly mengaku menemukan respons yang berbeda-beda.
"Ya sudah kita tanya (ke para hakim terlapor). Ada yang dinamika di dalam itu kan macam-macam. nanti biar kami nilai lah. jangan dulu dikemukakan," ucap Jimly.
"Jadi 9 hakim itu masing-masing berbeda-beda, gitu. Jadi nanti ada saja yang ternyata benar, kok ikut memberi pembenaran. Tapi ada juga yang sudah mengingatkan tapi tidak efektif. Ada juga yang pakai 'wuh', gitu-gitu," tambahnya.
Adapun Jimly menegaskan, MKMK nantinya akan menilai hal-hal yang disampaikan para hakim konstitusi terlapor itu.
"Jadi itu substansi yang akan kami nilai nanti," katanya.
5. Curhat Saldi Isra dan Arief Hidayat
MKMK pun turut mendalami soal curhat hakim Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam dissenting opinion putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres cawapres dibacakan.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menilai curhat kedua hakim tersebut karena tidak tahan dengan permasalahan yang ada di internal para hakim Mahkamah Konsitusi (MK).
"Baik Prof Arief maupun Prof Saldi kayaknya enggak kuat hadapi problem internal. Itu terekspresikan dalam pendapat hukumnya," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Dissenting opinion Saldi dan Arief dijadikan polemik oleh sejumlah pelapor di tengah banyaknya laporan yang menyoroti dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman.
Dissenting itu dianggap pelapor tidak bersifat substantif terhadap perkara.
"Yang dipersoalkan adalah dissenting opinion kok isinya bukan dissenting? Isinya curhat. Nah ini kan sesuatu yang baru tentang bagaimana sebaiknya kita membangun tradisi dissenting opinion," tutur Jimly. (Tribunnews.com/ Ibriza/ Mario)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.