Pilpres 2024
Relawan Ganjar Sayangkan Putusan MK Soal Syarat Capres-Cawapres: Bertentangan Argumentasi Hukum
Relawan Sahabat Ganjar menghormati putusan MK soal syarat cawapres dan mengakui bahwa putusan tersebut bersifat binding (mengikat) dan final.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yaitu uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Gugatan tersebut dilayangkan Almas Tsaqibbirru yang berisi permohonan bahwa batas usia Capres-Cawapres minimal berusia 40 tahun atau di bawahnya dengan syarat pernah/sedang menjadi menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Merespons itu, Relawan Sahabat Ganjar menghormati putusan MK tersebut dan mengakui bahwa putusan tersebut bersifat binding (mengikat) dan final.
Namun, Dewan Penasihat Sahabat Ganjar, Fahlesa Munabari menyayangkan putusan tersebut karena bertentangan dengan argumentasi hukum dan putusan MK sebelumnya di hari yang sama terhadap gugatan dengan Nomor Perkara 29/PUU-XXI/2023 oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memohon agar batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.
Di mana, MK berargumen bahwa permohonan batas usia capres-cawapres yang diajukan tersebut adalah ranah pembuat undang-undang dalam hal ini lembaga legislatif (DPR RI), bukan ranah MK.
Baca juga: Peluang Duet Ganjar-Gibran di Pilpres 2024, Tunggu Hasil Pertemuan dengan PDIP?
Sehingga, kalau MK memutuskan batas usia capres-cawapres, maka fleksibilitasnya akan hilang dan berpotensi memicu mengemukanya berbagai permohonan terkait dengan persyaratan minimal batas usia jabatan publik lainnya ke MK.
“Sahabat Ganjar sangat menyayangkan putusan tersebut karena bertentangan dengan argumentasi hukum putusan MK sebelumnya dalam kurun waktu yang sangat berdekatan di hari yang sama terhadap gugatan PSI,” kata Fahlesa, kepada wartawan, Selasa (17/10/2023).
Fahlesa menambahkan bahwa putusan MK yang mengabulkan permohonan gugatan Almas Tsaqibbirru janggal dan tidak konsisten dengan argumentasi hukum terhadap penolakan gugatan batas usia capres-cawapres yang diajukan PSI.
Baca juga: Pernyataan Bacapres: Anies Soal Cek Kesehatan untuk Daftar ke KPU, Ganjar Komentari Putusan MK
“Sahabat Ganjar Sejalan dengan pendapat sejumlah hakim MK yang mengemukakan dissenting opinion (pendapat berbeda) seperti Saldi Isra dan Arief Hidayat serta pakar hukum sekaligus Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, yang berpandangan bahwa penentuan batas spesifik usia capres-cawapres adalah hal teknis (open legal policy) yang sekali lagi bersifat fleksibel dan ditentukan oleh lembaga pembuat undang-undang, bukan ranah konstitusionalitas MK," kata Fahlesa.
Fahlesa pun tidak menampik bahwa kredibilitas dan integritas MK pasca putusan tersebut akan dipertanyakan dan dikritisi publik.
Pasalnya, putusan itu sangat erat kaitannya dengan sebagian aspirasi politik dewasa ini yang menginginkan seorang kepala daerah berusia di bawah 40 tahun menjadi kandidat cawapres dari capres yang ada saat ini.
“Tidak terbantahkan bahwa Putusan MK tersebut akan mendapat banyak pertanyaan dan kritikan publik. Bagaimanapun juga, mayoritas publik menghendaki agar proses politik dan hukum dalam menuju Pemilu Februari 2024 dilaksanakan dengan cara-cara yang elok, elegan, dan tidak terkesan memaksakan untuk melanggengkan dinasti politik," jelas Fahlesa.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Hal ini berarti kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian" kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Senin (16/10).
Dalam pertimbangannya MK melihat batas usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945.
MK juga menegaskan, dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih dan seharusnya juga hak untuk dipilih.
Termasuk hak untuk dipilih dalam Pemilu presiden dan wakil presiden.
“Pandangan demikian ini tidak salah, sesuai logika huku dan tidak bertentangan dengan konstitusi, bahkan juga sejalan dengan pendapat sebagian kalangan yang berkembang di masyarakat,” ujar hakim Guntur Hamzah dalam ruang sidang.
Putusan sidang ini segera berlaku mulai dari Pemilu 2024 dan seterusnya.
Selanjutnya, MK, dalam penjelasannya, membandingkan syarat usia capres saat ini yaitu 40 tahun, syarat usia gubernur 35 tahun dan syarat usia calon bupati/wali kota berusia 25 tahun, serta caleg berusia minimal 21 tahun.
MK menilai aturan semacam ini tidak selaras dengan semangat konstitusi.
"MK berpendapat kepala daerah layak berpartisipasi dalam kontestasi dalam Pemilu meskipun berusia 40 tahun," ujar Guntur Hamzah.
Hamzah berpendapat bahwa pembatasan usia minimal capres-cawapres 40 tahun bisa berpotensi untuk menghalangi kalangan anak muda menjadi pemimpin negara.
Selain itu, sambungnya, syarat semacam itu turut menimbulkan ketidakadilan dalam konteks Pilpres.
"Pembatasan usia yang hanya diletakkan pada usia tertentu tanpa dibuka syarat alternatif yang setara merupakan wujud ketidakadilan yang intelorable dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden," kata Hamzah.
Sementara bunyi putusan dikabulkannya gugatan ini yaitu:
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihak kepala daerah," kata Anwar Usman.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.